Maria Ressa, CEO Rappler Peraih Hadiah Nobel Perdamaian Sebut Media Sosial Membahayakan Pemilu

11 Desember 2021, 05:10 WIB
Maria Ressa, CEO Rappler Peraih Hadiah Nobel Perdamaian Sebut Media Sosial Membahayakan Pemilu /Instagram @maria_ressa

JURNAL MEDAN - Pemilihan umum di seluruh dunia tidak akan bisa berlangsung dengan jujur dan adil selama platform media sosial terus menerus memperkuat kebohongan di atas fakta.

Hal ini diungkapkan Maria Ressa, CEO Rappler yang meraih Hadiah Nobel Perdamaian 2021 bersama Dmitry Muratov, Pemred Novaya Gazeta dari Rusia.

Kedua jurnalis ini meraih penghargaan atas upaya, "Mereka untuk menjaga kebebasan berekspresi pada saat jurnalisme bebas, independen dan berbasis fakta sedang dikecam," demikian penjelasan Komite Nobel Norwegia saat mengumumkan kemenangan Maria Ressa di bulan Oktober 2021.

Baca Juga: Perhatian! Masjidil Haram, Makkah dan Mesjid Nabawi Kini Melarang Bikin Konten Seperti Selfie, Foto, dan Video

Ressa yang berasal dari Filipina akan memberikan hak suara pada bulan Mei 2022 untuk memilih pengganti Presiden Rodrigo Duterte.

"Tidak mungkin kita memiliki integritas pemilihan jika Anda tidak memiliki integritas fakta, dan saat ini memang demikian yang terjadi," kata Ressa dalam konferensi pers.

"[...] Platform media sosial, yang menyampaikan berita, ... kerap memperkuat dan menyampaikan berita bohong di atas fakta," ujarnya.

Ressa, dikenal sebagai salah satu pendiri situs berita Rappler. Ia menjadi terkenal melalui pelaporan investigasi, termasuk pembunuhan skala besar selama kampanye polisi melawan narkoba di Filipina.

Baca Juga: Hari HAM Sedunia, KontraS Sumut: Tak Ada Perubahan dalam Melindungi HAM dari Tahun-tahun Sebelumnya

Sementara pemimpin redaksi Novaya Gazeta, Dmitry Muratov, mengatakan para pemimpin otoriter merusak institusi demokrasi dengan membahayakan perdamaian.

"Kurangnya kepercayaan pada demokrasi berarti bahwa, seiring waktu, orang-orang berpaling dari demokrasi, Anda akan mendapatkan seorang diktator, dan kediktatoran mengarah pada perang," kata Muratov pada konferensi pers.

Ressa dan Muratov adalah jurnalis pertama yang menerima hadiah Nobel Perdamaian sejak Carl von Ossietzky dari Jerman memenangkan penghargaan tahun 1935 karena mengungkap program persenjataan rahasia negaranya pascaperang.

Ressa dan Muratov berharap Nobel Perdamaian ini akan mendorong generasi baru untuk melawan kebohongan dan propaganda.

Baca Juga: Angka Kematian Selalu Melebihi Kelahiran, Pertumbuhan Penduduk Korea Selatan Minus dan Cetak Rekor Baru

"Saya berharap (hadiah Nobel) bisa memberikan keamanan bagi para jurnalis," kata Ressa.

"Satu-satunya senjata adalah bersinar terang dan terus melakukan pekerjaan kita sebagai jurnalis," pungkasnya. ***

Editor: Arif Rahman

Tags

Terkini

Terpopuler