Bagaimana Melihat Kebahagiaan?

7 Februari 2021, 14:55 WIB
Potret kebahagiaan Prof. Nurdin Abdullah bersama istri /Instagram @nurdin.abdullah

JURNAL MEDAN - Setiap orang mendambakan kebahagiaan hidup. Banyak orang mengira kebahagiaan dihitung dari besarnya materi yang dimiliki, tingginya jabatan yang diduduki, cantik dan tampannya paras, ketenaran atau popularitas yang didapatkan.

Semua itu hanya ilusi. Bahwa kebahagiaan bukanlah hal-hal yang terkait dengan persoalan duniawi, tetapi lebih dari itu.

Ketika seseorang sudah dianggap sukses di dalam karirnya. Punya rumah dan kendaraan, punya istri cantik, dan banyak teman.

Baca Juga: 6 Sifat Penuntut Ilmu Disebut Sukses

Baca Juga: Kisah Kedekatan Rasulullah SAW dengan Seekor Kucing

Setelah itu muncul berbagai banyak keinginan lainnya. Usai memasuki kenyamanan baru, manusia akan selalu berlomba-lomba untuk mencapai keinginan lainnya.

Setelah punya harta biasanya seseorang punya keinginan untuk memiliki kekuasaan. Ingin memiliki kekuatan untuk mengatur orang banyak. Begitu seterusnya karena keinginan tak pernah padam.

Seorang yang dulunya mahasiswa, ketika sudah kuliah mengira akan bahagia saat lulus kuliah. Nyatanya, setelah tamat kuliah kebahagiaan tak kunjung datang karena butuh pekerjaan.

Setelah pekerjaan kita berpikir akan bahagia. Sayangnya bahagia tidak sedangkal itu. Banyak masalah dan tantangan yang harus dihadapi dalam pekerjaan.

Baca Juga: Terlilit Hutang dan Banyak Masalah, Rasulullah Anjurkan Umat Islam Baca Doa ini di Waktu Pagi dan Sore Hari

Ketika pekerjaan sukses dan bergelimang harta, maka menikah dianggap sebagai kebahagiaan lainnya.

Tapi hal itu lagi-lagi ilusi. Barangkali setelah menikah belum punya anak. Ketika sudah punya anak masalah dan tantangan terus berdatangan.

Ketika memasuki usia pensiun kita berpikir akan menikmati masa tua dengan indah, tetapi nyatanya tidak.

Ketika dulu punya harta dan jabatan semua orang hormat dan mendekat. Faktanya banyak orang mulai menjauh karena kita tidak lagi seperti 'gula' yang manis dan selalu didekati semut dan serangga.

Lalu dimana kebahagiaan itu? Apa itu kebahagian?

Jika kekayaan bisa membuat seseorang bahagia, tentu Adolf Marckle yang dijuluki orang terkaya dari Jerman tidak menabrakkan dirinya hingga tewas di rel kereta api.

Jika kekuasaan bisa membuat seseorang bahagia, tentu Gatulio Vargas, seorang presiden Brazil tidak menembak jantungnya sendiri.

Jika kecantikan bisa membuat seseorang bahagia, Marilyn Monroe yang dijuluki sebagai orang tercantik di dunia tidak meminum alkohol serta obat penenang lainnya sehingga overdosis lalu tewas.

Baca Juga: Doa Mengejutkan Prabowo Siap Dipanggil Tuhan: Ya Tuhan, Ambil Saya, Saya Siap

Jika popularitas bisa membuat seseorang bahagia, tentu Michael Jackson tidak akan meminum obat tidur setiap malam sehingga overdosis lalu meninggal dengan penyakit.

Jika kebahagiaan itu dapat dibeli dengan materi, tentu orang kaya akan memborong kebahagiaan sampai habis tidak tersisa bagi orang miskin.

Ternyata kebahagiaan seseorang itu tergantung isi hatinya (qalb). Hanya orang yang pandai bersyukur akan mendapatkan kebahagiaan.

Ada orang yang hidup bahagia, tenang, dan nyaman dengan makan sekali sehari, tapi ia berguna bagi orang banyak.

Baca Juga: Paulo Fonseca: Cristiano Ronaldo yang Mengalahkan Roma, Bukan Juventus

Alquran memberikan peringatan sebagaimana yang terdapat dalam Surah Ibrahim ayat 7.

وَاِذۡ تَاَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَٮِٕنۡ شَكَرۡتُمۡ لَاَزِيۡدَنَّـكُمۡ‌ وَلَٮِٕنۡ كَفَرۡتُمۡ اِنَّ عَذَابِىۡ لَشَدِيۡدٌ‏

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat." (QS. Ibrahim 7). ***

Editor: Arif Rahman

Tags

Terkini

Terpopuler