Naskah Khutbah Jumat Terbaru dan Singkat, Tema: Bahaya Ghibah Dalam Pandangan Islam

8 Maret 2022, 14:22 WIB
Ilustrasi Teks Khutbah Jumat /Mhd Aziz Sitanggang/Jurnal Medan

JURNAL MEDAN - Terdapat contoh materi atau naskah khutbah Jumat terbaru dan singkat dengan tema Bahaya Ghibah Dalam Pandangan Islam.

Semoga contoh naskah khutbah Jumat kali ini menjadi pilihan tepat dan menambah wawasan ilmu bagi kita.

Adapun contoh naskah khutbah Jumat kali ini, dikutip dari laman Pabrikjammasjid.com.

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ، وَنَسْتَعِينُهُ، وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.

أَمَّا بَعْدُ: أَيُّهَا النَّاسُ:

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Baca Juga: Teks Kultum Ramadhan 2022 Singkat dan Padat Tema Urgensi dan Hikmah Sholat

Bila kita mencermati keadaan lingkungan di sekitar kita saat ini, akan kita dapati adanya sejumlah kebiasaan yang lazim dilakukan oleh kebanyakan orang. Kebiasaan atau hal-hal yang dianggap lumrah itu bisa positif dan bisa pula negatif. Bisa hal yang bersifat membangun bisa pula yang bersifat merusak.

Di antara kebiasaan buruk yang lazim dilakukan sebagian kalangan adalah membicarakan keburukan atau kekurangan dan aib orang lain. Kadang sejumlah orang berkumpul, baik mereka sesama wanita atau sesama pria, untuk mengisi waktu kosong atau sedang rehat dari suatu aktifitas, kemudian mengobrol ke sana kemari.

Kadang tanpa sadar obrolan santai pengisi waktu itu digiring oleh setan menuju perkara yang diharamkan oleh Allah Ta’ala. Dosanya besar dan dampaknya sangat merusak. Sama sekali tidak ada manfaat yang didapat dalam obrolan bebas semacam itu. Inilah yang sering disebut dengan ghibah atau menggunjing keburukan orang.

Perbuatan buruk ini sudah berumur sangat tua tentunya. Hanya medianya saja yang berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Di zaman milenial ini, membicarakan orang lain sudah dikemas dalam bentuk acara televisi atau video atau radio yang disaksikan jutaan pemirsa.

Sekali tayang membahas sebuah gosip tentang perceraian sebuah keluarga berarti sekian juta orang langsung mengetahui problem keluarga tersebut dalam waktu singkat. Baik buruk dari keluarga tersebut kemudian dikupas tuntas dalam acara semacam itu.

Baca Juga: Naskah atau Teks Kultum Ramadhan Singkat, Tema: Keutamaan dan Kemuliaan Bulan Ramadhan

Dengan era medsos saat ini, orang yang emosional dan jauh dari akhlak yang mulia serta ilmu dan iman yang kuat akan dengan tanpa beban dan merasa bersalah sedikit pun bisa membuat status tentang kekurangan istrinya atau suaminya atau temannya atau anaknya atau pimpinannya atau bahkan orang tuanya ke jagat medsos, apalagi orang yang sedang berseteru dengannya.

Jangkauannya jauh lebih luas, waktunya jauh lebih lama dan tentu saja dosanya jauh lebih besar sesuai dengan luasnya jangkauan sebaran keburukan atau aib yang diungkap tadi. Ini masalah besar dan penyakit masyarakat modern yang begitu jauh dari nilai-nilai agama dan akidah yang benar serta adab yang mulia.

Untuk itu perlu ada pengingatan dan penyadaran yang terus menerus tentang bahaya ghibah atau menggunjing ini baik terhadap individu dan masyarakat.

Apa Itu Ghibah
Ma’asyirol Muslimin rahimakumullah, Bila ghibah itu sangat destruktif sifatnya bagi individu dan masyarakat maka hal pertama yang perlu kita pastikan adalah tentang pengertian ghibah. Kita harus tahu persis definisinya secara syar’i, tahu batasannya. Harapannya, pengetahuan tentang definisi ini menjadi salah satu alat rem agar tidak mudah terjerumus ke dalam dosa besar ini.

Baca Juga: Spoiler One Piece 1043, Kaido Klaim Kemenangan atas Luffy dan CP0 dalam Bahaya

Dalam sebuah hadits dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,

أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ

”Apakah kalian mengetahui apakah ghibah itu?”

Para sahabat menjawab, ”Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.”

Rasulullah ﷺ bersabda,

ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ

“Kamu menyebut tentang saudaramu dengan apa yang dia tidak sukai.”

Rasulullah ﷺ ditanya,”Bagaimana pendapat anda bila apa yang saya katakan itu benar ada pada saudaraku.”

Rasulullah ﷺ bersabda,

إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

”Apabila pada diri saudaramu memang terdapat apa yang kamu katakan, berarti kamu telah melakukan ghibah terhadapya dan bila pada diri saudaramu tidak ada apa yang kamu katakan berarti kamu telah berdusta dan mengada-ada tentang dirinya.” [Hadits riwayat Muslim no. 2589]

Dari hadits ini para ulama memberikan sejumlah definisi secara istilah syar’i tentang ghibah. Di antaranya adalah yang disampaikan oleh:

Imam Ibnu At-Tiin, Ghibah adalah menyebut tentang seseorang dengan sesuatu yang tidak dia sukai tanpa sepengetahuannya.” [Fathul Bari, Ibnu Hajar 10/469]

Ghibah merupakan perilaku yang tercela dan merusak. Oleh karenanya tidak mengherankan Allah dan Rasul-Nya mengharamkan perbuatan ini secara tegas dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Di antara dalil-dalil yang menunjukkan celaan terhadap ghibah adalah:

1. Larangan ghibah dalam Al-Quran

Surat Al-Hujurat: 12

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang ayat ini mengatakan,”Ghibah diharamkan berdasarkan ijma’ ulama. Tidak ada yang dikecualikan dari perbuatan ghibah kecuali ada kemaslahatan yang paling kuat yang menyebabkan boleh melakukan itu, seperti dalam al-Jarh wat Ta’dil (menjelaskan sisi buruk dan baik perawi) dan nasihat.

Seorang pendosa meminta izin untuk bertemu Rasulullah ﷺ, lalu beliau bersabda, ”lzinkanlah dia, dia adalah seburuk-buruk saudara dari keluarganya.” [Hadits riwayat Al-Bukhari (6054) dan Muslim (2591)]

Muawiyah bin Abi Sufyan dan Abu al-Jahm melamar Fathimah binti Qais. Fathimah bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang kedua orang itu. Lalu, beliau bersabda kepadanya, ”Muawiyah adalah orang miskin. Sedangkan Abu al-Jahm tidak pernah meletakkan tongkatnya dari pundaknya (suka memukul wanita).”

[Hadits Muslim, 1480; Malik, Al-Muwaththa’ 2/580; at-Tirmidzi 1180; an-Nasa’i, 2552; Abu Dawud, 2290]

Pelarangan keras dan ancaman yang kuat terhadap ghibah sudah ada dalilnya. Oleh karena itu, Allah menyerupakannya dengan makan bangkai manusia

Sebagaimana kalian tidak suka makan bangkai karena naluri kalian, maka bencilah menggunjing saudara kalian. Sebab, hukuman ghibah lebih keras. lni termasuk pembahasan bagaimana membuat benci pada ghibah dan peringatan keras melakukannya.” Sekian tafsir Ibnu Katsir.

Al-Humazah : 1

وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ

Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,

Tentang ayat ini, Muqatil bin Sulaiman berkata,”Yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah orang yang suka mencaci dan melakukan ghibah yang bila seseorang meninggalkan dirinya, dia mengghibanya tanpa sepengetahuannya. [Tafsir Muqatil bin Sulaiman 4/ 837]

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya,". Al-Isra’: 36

Imam Ar-Razi berkata,” القفو هو البهت (al Qafwu adalah al-bahtu – kedustaan yang diada-adakan) dan pada asalnya adalah dari kata القفا (al-Qafa), nampaknya berarti perkataan yang diucapkan di belakangnya. Ini masuk dalam kategori makna ghibah yaitu menyebut tentang seseorang tanpa sepengetahuannya dengan sesuatu yang menyakitinya.” [Mafatihul Ghaib (20/339)]

Ghibah merusak puasa
Ini sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْل فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

”Siapa yang tidak meninggalkan perkataan batil dan melakukan perbuatan batil dan kebodohan maka Allah tidak punya keperluan terhadap orang yang meninggakan makanan dan minumannya.” [Hadits riwayat Al-Bukhari no. 1903]

dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

إذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ يَوْمَئِذٍ وَلَا يَصْخَبْ، فَإِنْ شَاتَمَهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ: إنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ

”Apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa maka janganlah berkata keji (jorok), dan bertengkar mulut dengan suara sangat keras. Apabila seseorang mencaci makinya atau memusuhinya maka katakanlah, ”Sesungguhnya saya sedang berpuasa.” [Hadits riwayat Al-Bukhari (1904) dan Muslim (1151)]

Allah akan mencari-cari aib pelaku ghibah dan membongkarnya di tengah-tengah keluarganya.
Ini sebagaimana dalam hadits dari Abi Barzakh Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,” Rasulullah ﷺ bersabda,

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الإِيمَانُ قَلْبَهُ لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِى بَيْتِهِ

” Wahai orang yang beriman dengan lisannya namun iman belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian mengghibah kaum Muslimin. Janganlah kalian mencari-cari aib mereka. Sesungguhnya orang yang mencari-cari aib mereka maka Allah akan mencari-cari aibnya. Siapa yang dicari-cari aibnya oleh Allah, maka Dia akan mempermalukannya di dalam rumahnya sendiri.”

[Hadits riwayat Abu Dawud (4880), Ahmad (4/420), Abu Ya’la (7423) (13/419) dan Al-Baihaqi (20953) (10/247). Al-Albani menyatakan hadits ini Hasan Shahih.]

Hukuman pelaku ghibah adalah neraka.
Pelaku ghibah tidak diampuni hingga korban ghibah memaafkannya. Ghibah menyisakan sisi permusuhan dalam diri seorang individu karena ghibah itu meninggalkan cacat pada reputasi dan kedudukannya. Ghibah itu menampakkan aib-aib tertutup pada manusia pada saat dia tidak bisa membela dirinya.
Ghibah itu menunjukkan kerendahan, kepengecutan dan kehinaan pelakunya.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

***

Editor: Ahmad Fiqi Purba

Tags

Terkini

Terpopuler