Naskah Khutbah Jumat Terbaru, Isi Materi: Bentuk Husnudzon Kepada Allah SWT dan Buahnya Bagi Umat Muslim

19 Maret 2022, 22:04 WIB
Naskah Khutbah Jumat Terbaru Isi Materi: Bentuk Husnudzon Kepada Allah SWT dan Buahnya Bagi Umat Muslim /Foto: Masjid di Bawah Langit Berawan/pexels.com/@Konevi

  JURNAL MEDAN - Terdapat contoh teks atau naskah khutbah Jumat Terbaru dengan isi permbahasan Bentuk Husnudzan Kepada Allah SWT dan Buahnya Bagi Umat Muslim.

Naskah teks khutbah Jumat terbaru kali ini dikutip di laman Khotbah Jumat. semoga menjadi pilihan tepat bagi khatib yang ditugaskan.

Dalam Mazhab Imam Syafii yang dipegang mayoritas umat Islam di Indonesia disebutkan rukun khutbah Jumat.

Berikut rukun khutbah Jumat

- membaca hamdalah,

- shalawat kepada Nabi Muhammad SAW,

- membaca petikan ayat Al Quran,

- berwasiyat dan memohon ampunan buat kaum muslimin.

Khutbah Pertama

الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ وَفَّقَ مَنِ اخْتَارَهُ مِنْ عِبَادِهِ لِطَاعَتِهِ، وَأَهَّلَ مَنِ ارْتَضَاهُ مِنْهُمْ لِعِبَادَتِهِ، وَهَدَى مَنْ أَحَبَّهُ لِلْمُسَارَعَةِ إِلَى مَرْضَاتِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ فِيْ أُلُوْهِيَّتِهِ، وَلَا مُقَاوِمَ لَهُ فِيْ جَبْرُوْتِهِ وَعِزَّتِهِ

وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَرْسَلَهُ إِلَى كَافَّةِ خَلْقِهِ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَجَعَلَهُ شَاهِدَ حَقٍّ، وَأَمِيْنَ صِدْقٍ، اللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ ، وَعَلَى أَصْحَابِهِ مَصَابِيْحِ اْلمُقْتَدِيْنَ بِهِ، وَمُتَحَمِّلِيْنَ أَمَانَتَهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا .يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ

Ma’asyirol Muslimin rahimakumullah,

Dalam kesempatan khutbah ini, kami hendak membahas tentang pesoalan yang sangat penting dalam menentukan kebahagiaan seorang Muslim baik di dunia maupun di akhirat nanti.

Tema penting ini adalah tentang hunuzhan kepada Allah Ta’ala atau berprasangka baik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Husnudzan kepada Allah Ta’ala merupakan ibadah hati yang sangat mulia. Akan tetapi masih banyak orang tidak memahaminya dengan pemahaman yang benar sesuai penjelasan para ulama Ahlus sunnah wal jamaah baik secara ucapan maupun perbuatan.

Sesungguhnya husnuzhan kepada Allah Ta’ala adalah meyakini apa yang layak untuk Allah, baik dari nama, sifat dan perbuatan-Nya. Begitu juga meyakini apa yang terkandung dari pengaruhnya yang besar.

Siapa yang mengira bahwa husnuzhan kepada Allah itu tidak perlu diiringi dengan amal perbuatan, maka ia telah keliru, serta tidak memahami ibadah ini dengan cara pandang yang benar.

Berprasangka baik kepada Allah dengan meninggalkan kewajiban atau dengan melakukan kemaksiatan itu tidak ada manfaatnya.

Misal saja, ada orang yang melaksanakan sholat semaunya sendiri. Kalau sedang rajin ya, sholat. Kalau sedang malas ya tidak sholat dengan prasangka bahwa Allah itu Maha Pengampun. Insyaallah nanti Allah akan memahami dan memaafkan dirinya.

Atau sebaliknya, ada orang yang terus menerus berkubang dalam kemaksiatan dan dosa besar, tanpa merasa takut dan berdosa.

Baik berupa zina, berjudi, mencuri dan seterusnya, karena dia berprasangka baik kepada Allah bahwa Allah Ta’ala itu Maha Pengampun dan rahmat-Nya melebihi murka-Nya.

Allah Ta’ala pasti akan mengampuninya meskipun tidak bertaubat sampai mati.

Siapa saja yang berprasangka seperti itu maka dia termasuk orang yang telah terpedaya, memiliki pengharapan yang tercela serta keinginan yang mengada-ada dan merasa aman dari azab Allah. Semuanya itu membahayakan dan membinasakan.

Urgensi Husnudzan Kepada Allah

Ma’asyirol Muslimin rahimakumullah,

Husnuzhan kepada Allah merupakan persoalan yang sangat urgen bagi setiap orang Muslim.

Syaikh Abdurrahman bin Sa’ad Asy-Syatsri menerangkan urgensi dari huznuzhan kepada Allah sebagai berikut:[i]

Husnuzhan kepada Allah merupakan salah satu tanda bukti keimanan kepada rububiyah Allah Ta’ala bahwa Allah itu Maha Pencipta, Maha Memiliki dan Maha Pengatur. Dialah yang berhak untuk diibadahi.

Siapa yang memohon pertolongan kepada Allah dan berlindung kepada-Nya semata maka sungguh dia telah berbaik sangka kepada Allah.

Termasuk ke dalam husnuzhan kepada Allah adalah menjauhi syirik besar maupun kecil, sum’ah dan riya’ serta apa saja yang mengurangi tawakal kepada Allah.

Husnuzhan kepada Allah adalah ibadah yang agung yang menyatukan empat rukun besar ibadah yaitu, cinta, pengagungan, harap dan takut. Husnuzhan kepada Allah merupakan kesempurnaan tawakkal.

Husnuzhan kepada Allah merupakan optimisme yang baik yang Nabi ﷺ merasa takjub dengannya.

Husnuzhan kepada Allah merupakan bukti iman seseorang kepada qadha’ dan qadar dengan keempat tingkatannya yaitu, ilmu, penulisan, penciptaan dan masyiah (kehendak). Komentar Ulama Tentang Husnudzan Kepada Allah.

Ma’asyirol Muslimin rahimakumullah,

Berikut ini kutipan pandangan sebagian ulama mengenai husnuzhan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pendapat mereka penting untuk diketahui agar kita memiliki persepsi yang benar tentang husnuzhan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, salah seorang tokoh ulama sahabat Nabi ﷺ.
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,”

وَالَّذِيْ لَا إِلَهَ غَيْرُهُ مَا أُعْطِيَ عَبْدٌ مُؤْمِنٌ شَيْئاً خَيْراً مِنْ حُسْنِ الظَّنِّ بِاللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالَّذِيْ لَا إِلَهَ غَيْرُهُ لَا يُحْسِنُ عَبْدٌ بِاللهِ عَزَّ وَجَلَّ الظَّنَّ إِلَّا أَعْطَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ ظَنَّهُ؛ ذَلِكَ بِأّنَّ اْلخَيْرَ فِيْ يَدِهِ

Demi Allah yang tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Dia, tidak ada suatu anugerah pun yang didapat seorang mukmin yang lebih baik dari huznuzhan kepada ALlah ‘Azza wa Jalla. Demi Allah yang tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Dia, tidaklah seorang hamba berbaik sangka kepada Allah kecuali Allah akan memberikan kepadanya sesuai sangkaannya karena kebaikan itu ada di tangan Allah.” [diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dalam kitab Husnuzhan billah]

Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah, tokoh terkemuka ulama Tabi’in. Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, ”Sesungguhnya seorang mukmin ketika berbaik sangka kepada Tuhannya, maka dia akan berbuat baik. Sementara orang munafik, dia berprasangka buruk kepada Tuhannya, sehingga dia melakukan amal keburukan.”

Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, ulama besar madzhab Hanbali abad 8 H. Ibnu Qayim rahimahullah berkata,”Siapa yang memperhatikan masalah ini dengan sangat cermat, niscaya akan mengetahui bahwa husnuzhan kepada Allah adalah berbuat baik itu sendiri.

Sebab yang menjadikan amal seorang hamba itu baik, adalah karena dia memiliki persangkaan bahwa Tuhannya akan memberi balasan dan pahala dari amalannya serta menerimanya, sehingga yang mendorong dia untuk beramal adalah prasangka baik tersebut.

Setiap kali baik dalam prasangkanya, maka semakin baik pula amalnya. Jika tidak demikian maka husnuzhan yang diiringi dengan sikap suka mengikuti hawa nafsu adalah kelemahan…

Secara umum, husnuzhan akan mengantar seseorang melakukan sebab keselamatan. Sedangkan kalau melakukan sebab kebinasaan, berarti dia tidak ada prasangka baik.” (Al-Jawabu Al-Kafi, hal. 13-15 secara ringkas.)

Bentuk Husnudzan Kepada Allah

Ma’asyirol Muslimin rahimakumullah,

Seharusnya, seorang muslim senantiasa berprasangka baik kepada Allah Ta’ala. Ada dua tempat yang selayaknya seorang muslim memperbanyak husnuzhan kepada Allah:

1. Husnudzan ketika menunaikan ketaatan.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dia berkata, ”Nabi ﷺ bersabda:

يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى : أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ في نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً – رواه البخاري، رقم 7405 ومسلم ، رقم 2675

”Allah Ta’ala berfirman, ”Aku tergantung persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya kalau dia mengingat-Ku. Kalau dia mengingat-Ku pada dirinya, maka Aku mengingatnya pada diri-Ku.

Kalau dia mengingat-Ku di keramaian, maka Aku akan mengingatnya di keramaian yang lebih baik dari mereka. Kalau dia mendekat sejengkal kepada-Ku, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta.

Kalau dia mendekat kepada diri-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Kalau dia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.” [Hadits Qudsi riwayat Al-Bukhari, no. 7405 dan Muslim, no. 2675]

Dapat diperhatikan dalam hadits ini, hubungan yang sangat jelas sekali antara husnuzhan dengan amal, yaitu mengiringinya dengan mengajak untuk mengingat Allah Azza Wa Jalla dan mendekat kepada-Nya dengan ketaatan. Siapa yang berprasangka baik kepada Allah Ta’ala semestinya prasangka baik tersebut mendorongnya untuk berbuat ihsan dalam beramal.

Abul Abbas Al-Qurtubi rahimahullah berkata, ”Pendapat lain mengatakan, maknanya adalah mengira akan dikabulkan apabila berdoa, mengira diterima ketika bertaubat, mengira diampuni ketika memohon ampunan, mengira diterima amalnya ketika melaksanakannya dengan memenuhi persyaratan, serta berpegang teguh terhadap kejujuran janji-Nya dan lapangnya Keutamaan-Nya.

Saya katakan demikian, karena dikuatkan dengan sabda Nabi ﷺ, ”Berdoalah kepada Allah dalam keadaan kalian yakin akan dikabulkan (doanya).” [Hadits riwayat At-Tirmidzi dengan sanad shahih]

Begitu juga seyogyanya bagi orang yang bertaubat, orang yang memohon ampunan dan pelaku suatu amal yang bersungguh-sungguh dalam melaksanakan semua itu, hendaknya meyakini bahwa Allah akan menerima amalnya dan memaafkan dosanya, karena Allah Ta’ala telah berjanji akan menerima taubat yang jujur dan amal yang shaleh.

Sedangkan kalau dia beramal dengan amalan-amalan tersebut tapi berkeyakinan atau menyangka bahwa Allah Ta’ala tidak menerimanya dan hal itu tidak bermanfaat, maka hal itu termasuk berputus asa terhadap rahmat dan karunia Allah.

Itu termasuk dosa besar. Barangsiapa yang meninggal dunia dalam kondisi seperti itu, maka dia akan mendapatkan apa yang dia kira (yakini).

Sebaliknya, mengira bakal diampuni dan mendapat rahmat, sementara dia terus menerus melakukan kemaksiatan, maka hal itu termasuk kebodohan. Hal itu dapat menjerumuskannya kepada pemahaman murjiah (seseorang tidak akan kafir dengan perbuatannya). ” [Al-Mufhim Syarh Muslim, 7/ 5,6]

2. Husnudzan ketika mengalami musibah dan saat menjelang kematian.
Dari Jabir radhiallahu ‘anhu dia berkata, ”Aku mendengar Nabi ﷺ tiga hari sebelum wafat bersabda:

لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللَّهِ الظَّنَّ ( رواه مسلم، رقم 2877(

”Janganlah salah satu di antara kalian meninggal dunia kecuali dia berprasangka baik kepada Allah.” [Hadits riwayat Muslim, 2877]

Dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah (Ensiklopedi Fikih), 10/220 disebutkan, “Seorang mukmin diharuskan berprasangka baik kepada Allah Ta’ala, dan lebih ditekankan untuk berprasangka baik kepada Allah ketika ditimpa musibah dan ketika akan meninggal dunia.”

Al-Hathab berkata, “Dianjurkan bagi yang akan meninggal dunia berprasangka baik kepada Allah Ta’ala. Berprasangka baik kepada Allah meskipun sangat dianjurkan ketika mau meninggal dunia dan dalam kondisi sakit, akan tetapi seseorang sepantasnya senantiasa berprasangka baik kepada Allah. ” [kitab Syarh Muslim, karya Imam An Nawawi, 17/10.][ii]

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ. أَمَّا بَعْدُ؛

Kaum muslimin rahimakumullah

Demikian khutbah yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan bermanfaat, terutama bagi diri kami dan jama’ah sekalian Semoga kita tetap didalam golongan hamba-hamba Allah yang soleh.

اَللَّهُـمَّ إِنيِّ أَعوُذُ بِكَ مِنْ عَذاَبِ جَهَنَّمَ،وَمِنْ عَذاَبِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْـنَةِ الْمَحْياَ وَالْمَماَتِ وَمِنْ فِتْـنَةِ الْمَسيِحِ الدَّجاَّلِ

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ صَحَابَةِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ

اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

***

Editor: Ahmad Fiqi Purba

Tags

Terkini

Terpopuler