Naskah Kultum atau Ceramah Ramadhan, Tema keutamaan Itikaf dan Hikmah Di dalamnya

26 April 2022, 17:55 WIB
Kultum ramadhan atau Ceramah Singkat /Foto dari pixabay.com

JURNAL MEDAN - Contoh Kultum atau ceramah Ramadhan dengan materi keutamaan Itikaf dan Hikmah Di dalamnya.

Itikaf yang merupakan salah satu ibadah yang istimewa terutama jika dikerjakan di bulan Ramadhan.

Terlebih jika dikerjakan di 10 hari terakhir Ramadhan. lalu apa saja Apa pengertian i’tikaf dan bagaimana cara, niat, waktu untuk mengerjakannya.

Baca Juga: Ucapan Idul Fitri 2022 Eid Mubarak dalam Bahasa Inggris dan Indonesia, Cocok Untuk Ungkapan di Hampers Lebaran

Lalu apa keutamaan Iktikaf dan hikmah didalmnya Berikut ini pembahasannya.

I’tikaf (إعتكاف) berasal dari kata ‘akafa (عكف) yang berarti al habsu (الحبس) yaitu mengurung diri atau menetap. Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah, pengertian i’tikaf secara bahasa adalah berada di suatu tempat dan mengikat diri kepadanya.

Sedangkan menurut Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu, pengertian i’tikaf secara bahasa adalah berdiam dan bertaut pada sesuatu, baik maupun buruk secara terus menerus. Penggunaan kata tersebut untuk sesuatu yang buruk misalnya kita dapati dalam Surat Al A’raf ayat 138.

Secara istilah, pengertian itikaf adalah berdiam diri dan menetap di masjid dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

…Dan janganlah kalian mencampuri mereka (istri) dalam kondisi kalian sedang melakukan i’tikaf di masjid… (QS. Al Baqarah: 187)

Baca Juga: 15 Ucapan Idul Fitri 2022 Selain Minal Aidin Wal Faizin 1 Syawal 1443 H, Penuh Makna Cocok Dibagikan di Medsos

Hukum I’tikaf diaman Sayyid Sabiq menjelaskan, i’tikaf ada dua macam. Yaitu wajib dan sunnah.

Itikaf wajib adalah i’tikaf karena nadzar. Misalnya ia mengatakan, “Jika aku sembuh dari penyakit ini, aku bernadzar akan beri’tikaf selama tiga hari.” Maka beri’tikaf tiga hari itu menjadi wajib baginya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ

“Barangsiapa yang telah bernazar akan melakukan suatu kebaikan pada Allah, hendaklah dipenuhi nazar itu.” (HR. Bukhari)

Bahkan meskipun nadzarnya itu terjadi pada masa jahiliyah. Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah mengalaminya.

أَنَّ عُمَرَ سَأَلَ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ كُنْتُ نَذَرْتُ فِى الْجَاهِلِيَّةِ أَنْ أَعْتَكِفَ لَيْلَةً فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ، قَالَ فَأَوْفِ بِنَذْرِكَ

Umar bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Ya Rasulullah, dulu aku di masa jahiliyah pernah bernadzar untuk beritikaf satu malam di masjidil haram.” Rasulullah lantas bersabda, “Maka penuhilah nadzarmu itu.” (HR. Bukhari)

Baca Juga: Dihilangkan Siksa Kubur, Fadhilah Sholat Tarawih Malam ke 25 Ramadhan Hari Ini Selasa 26 April 2022

Itikaf sunnah adalah itikaf secara suka rela untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Termasuk beri’tikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan adalah termasuk yang sunnah ini. Namun hukumnya sunnah muakkadah, yakni sunnah yang sangat dianjurkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan itikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan ini.

عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – زَوْجِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam biasa i’tikaf sepuluh hari terakhir Ramadhan hingga beliau diwafatkan Allah. Kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sesudah beliau wafat.” (HR. Bukhari)

Niat Itikaf
Itikaf harus disertai niat. Niat itulah yang membedakan seseorang beri’tikaf atau tidak, meskipun sama-sama berada di masjid.

Para ulama sepakat bahwa tempat niat adalah di dalam hati. Sehingga tidak harus melafadzkan niat.

Baca Juga: Spoiler One Piece 1048, GARP Paham Tentang Buah Iblis Luffy dan Alasan Menyembunyikan Selama Ini

Namun Syaikh Wahbah Az Zuhaili menyebutkan, jumhur ulama selain mazhab Maliki berpendapat melafadzkan niat hukumnya sunnah dalam rangka membantu hati menghadirkan niat. Sedangkan menurut mazhab Maliki, yang terbaik adalah tidak melafadzkan niat karena tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Bagi yang melafadzkan niat, berikut ini adalah lafadz niat itikaf:

نَوَيْتُ الْإِعْتِكَافَ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى

(Nawaitul i’tikaafa sunnatal lillaahi ta’aalaa)

Artinya: Aku berniat itikaf, sunnah karena Allah Ta’ala

Sedangkan untuk i’tikaf wajib (tersebab nadzar), lafadz niat itikaf sebagai berikut:

niat itikaf wajib
نَوَيْتُ الْإِعْتِكَافَ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

(Nawaitul i’tikaafa fardlol lillaahi ta’aalaa)

Artinya: Aku berniat itikaf, fardlu karena Allah Ta’ala

Keutamaan Itikaf
Keutamaan itikaf antara lain adalah sebagai berikut:

Baca Juga: Spoiler One Piece 1048 Reddit, Memiliki Buah Iblis Terkuat, Kaido Ungkap Luffy Memiliki Haki yang Lemah

1. Setiap saat mendapat pahala
Tujuannya di masjid dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Saat terjaga, ia mengisi waktunya dengan shalat, tilawah, dzikir, berdoa, bermunajat, tadabbur, tafakkur atau mengkaji ilmu.

Bahkan dalam kondisi tidur pun, orang yang beritikaf mendapatkan pahala yang besarnya tidak bisa didapatkan oleh orang yang tidur di rumahnya. Sebab tidurnya itu termasuk rangkaian i’tikaf.

2. Sunnah Rasul
Itikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan adalah sunnah Rasulullah. Beliau tidak pernah meninggalkannya. Bahkan di Ramadhan terakhir sebelum wafat, Rasulullah beri’tikaf selama 20 hari.

Demikian pula istri beliau dan para sahabat Nabi. Mereka beritikaf 10 hari terakhir Ramadhan ini. Bahkan sepeninggal Rasulullah, istri-istri beliau juga beritikaf 10 hari terakhir Ramadhan. Sebagaimana hadits di atas.

3. Dapat lailatul qadar
Orang yang itikaf 10 hari terakhir Ramadhan, insya Allah ia akan mendapatkan lailatul qadar. Bagaimana tidak, menurut hadits-hadits shahih, lailatul qadar turun pada malam ganjil pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Bukankah saat itu orang yang beritikaf sedang beribadah kepada Allah?

Bahkan seandainya orang yang beritikaf itu sedang tidur dan hanya bangun sebentar pada malam lailatul qadar, insya Allah ia tetap mendapat lailatul qadar karena tidurnya merupakan rangkaian itikaf dan berpahala.

Baca Juga: Kumpulan Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri Penuh Makna dalam Bahasa Indonesia, Inggris dan Arab

Waktu Itikaf
Itikaf wajib harus dilakukan sesuai dengan kewajibannya. Jika ia bernadzar beritikaf semalam, maka waktu itikafnya adalah semalam. Jika ia bernadzar beriktikaf tiga hari tiga malam, maka waktu itikaf baginya adalah tiga hari tiga malam.

Itikaf sepuluh hari terakhir Ramadhan hanya berlaku pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Yakni mulai ketika matahari terbenam pada malam ke-21 (atau ke-20 jika Ramadhannya 29 hari) sampai habisnya Ramadhan, yakni saat matahari terbenam malam hari raya Idul Fitri. Lebih afdhal (utama) jika ia meneruskan hingga shalat idul fitri dan baru meninggalkan masjid setelah shalat idul fitri.

Adapun waktu itikaf sunnah yang suka rela, ia tidak dibatasi. Menurut mazhab Hanafi dan Hanbali, meskipun waktunya singkat, seseorang yang berdiam diri di masjid dengan niat itikaf maka itu termasuk itikaf. Namun menurut mazhab Maliki, waktu beritikaf minimal adalah sehari semalam.

Menurut mazhab Syafi’i, waktu itikaf minimal adalah bisa disebut menetap atau berdiam diri di masjid. Yaitu lebih panjang dari ukuran waktu tuma’ninah saat ruku’ atau sujud.

Jadi menurut mazhab Syafii, Hanafi dan Hanbali, seseorang yang itikaf satu jam atau bahkan hanya setengah jam pun boleh.

Sehingga bagi yang tidak bisa beritikaf penuh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, ia bisa beritikaf sebagiannya. Misalnya datang ke masjid menjelang shalat isya’ dan beritikaf sampai Subuh. Atau bahkan datang ke masjid beberapa jam sebelum shalat Subuh dan beritikaf sampai Subuh atau pagi hari.

Tempat Itikaf

Seluruh ulama sepakat bahwa tempat itikaf adalah di masjid. Sehingga tidak boleh beritikaf di mushala di dalam rumahnya sendiri, kecuali wanita menurut mazhab Hanafi. Yang menjadi perbedaan pendapat adalah, masjid mana yang boleh menjadi tempat itikaf. ***

Editor: Ahmad Fiqi Purba

Tags

Terkini

Terpopuler