Khutbah Idul Adha 2022 Dengan Bahasa Sederhana dan Menyentuh, Tema 3 Pesan Dibalik Penyembelihan Kurban

- 5 Juni 2022, 19:03 WIB
Ilustrasi Khutbah Idul Adha 2022 Dengan Bahasa Sederhana dan Menyentuh, Tema 3 Pesan Dibalik Penyembelihan Kurban
Ilustrasi Khutbah Idul Adha 2022 Dengan Bahasa Sederhana dan Menyentuh, Tema 3 Pesan Dibalik Penyembelihan Kurban /PIXABAY/klimkin

JURNAL MEDAN - Naskah khutbah Idul Adha 2022 dengan bahasa yang lebih sederhana sehingga mudah dipahami oleh jamaah sholat Idul Adha.

Tema khutbah Idul Adha 2022 yang dilansir dari laman khutbahsingkat.com ini sangat menyentuh dan akan membuat jamaah yang mendengarkan menjadi terkesima.

Dengan mengangkat tema 3 pesan di balik penyembelihan kurban, khutbah Idul Adha 2022 ini akan memberikan pelajaran baru bagi seluruh jamaah.

Baca Juga: Khutbah Idul Adha 1443 H atau 2022 Singkat, Tema Hikmah dan Peristiwa Bersejarah Bulan Dzulhijjah

Sebagaimana diketahui bersama jika ritual penyembelihan hewan kurban setelah pelaksanaan sholat Idul Adha berawal dari kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ketika akan disembelih.

Khatib akan mengungkap pesan yang terkandung dalam kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sehingga jamaah dapat mengetahuinya lebih banyak lagi.

Saat menyampaikan materi khutbah Idul Adha, diharapkan agar khatib berbicara dengan suara jelas dan lantang supaya jamaah dapat menangkap pesan yang disampaikan dengan baik.

Baca Juga: Tes IQ Asah Otak: Ini Sangat Menantang, Temukan Wajah Pria Dalam Gambar, Jika Bisa Anda Jenius

Bagi penceramah yang ingin menjadikan tema khutbah ini saat Hari Raya Idul Adha 2022 nanti, silahkan disimak teks lengkapnya berikut.

KHUTBAH PERTAMA IDUL ADHA

اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3)اللهُ اَكبَرْ (×3

اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ 
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ اَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ

اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ 

Hadirin, Jama’ah Sholat Idul Adha Rahimakumullah...

Baca Juga: 20 Soal UAS PAS dan PAT Kelas 2 Tema 5 dan Tema 6 Semester 2 Tahun Pelajaran 2021 2022

Hari ini semua umat Islam melaksanakan Hari raya kurban atau hari raya Idul Adha. Tentunya, momentum ini tak bisa terlepas dari kisah Nabi Ibrahim sebagaimana terekam dalam Surat ash-Shaffat ayat 99-111.

Meskipun, praktik kurban sebenarnya sudah dilaksanakan putra Nabi Adam yakni Qabil dan Habil. Diceritakan bahwa kurban yang diterima adalah kurban Habil bukan Qabil. Itu pun bukan daging atau darah yang Allah terima namun ketulusan hati dan ketakwaan dari si pemberi kurban.

لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقْوَىٰ مِنكُمْ

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (Al-Hajj: 37)

Baca Juga: Tes IQ Asah Otak: Ini Sangat Menantang, Temukan Wajah Pria Dalam Gambar, Jika Bisa Anda Jenius

Meski sejarah kurban sudah berlangsung sejak generasi pertama umat manusia, namun syariat ibadah kurban dimulai dari cerita perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih anak kesayangannya, Ismail ‘alaihissalâm.

Seorang anak yang ia idam-idamkan selama bertahun-tahun karena istrinya sekian lama mandul. Dalam Surat ash-Shaffat ayat 100 dijelaskan bahwa semula Nabi Ibrahim berdoa:

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

“Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang shalih.”

Allah lalu memberi kabar gembira dengan anugerah kelahiran seorang anak yang amat cerdas dan sabar. Hanya saja, ketika anak itu menginjak dewasa, Nabi Ibrahim diuji dengan sebuah mimpi.

Ia berkata, “Wahai anakku, dalam tidur aku bermimpi berupa wahyu dari Allah yang meminta aku untuk menyembelihmu. Bagaimana pendapat kamu?” Anak yang saleh itu menjawab, “Wahai bapakku, laksanakanlah perintah Tuhanmu. Insya Allah kamu akan dapati aku termasuk orang-orang yang sabar.”

Tatkala sang bapak dan anak pasrah kepada ketentuan Allah, Ibrâhîm pun membawa anaknya ke suatu tumpukan pasir. Lalu Ibrâhîm membaringkan Ismail dengan posisi pelipis di atas tanah dan siap untuk disembelih.

Jamaah shalat Idul Adha hadâkumullâh..

Atas kehendak Allah, drama penyembelihan anak manusia itu batal dilaksanakan. Allah berfirman dalam ayat berikutnya:

إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ (106) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107) وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الآخِرِينَ (108) سَلامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ (109) كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (110) إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ

“Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) ‘Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim’. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.”

Hadirin Rahimakumullah..

Ibadah kurban yang dilaksanakan umat Islam setiap tahun adalah bentuk i’tibar atau pengambilan pelajaran dari kisah tersebut. Setidaknya ada tiga pesan secara umum yang bisa kita ambil.

Pelajaran pertama, tentang totalitas kepatuhan kepada Allah SWT. Nabi Ibrahim yang mendapat julukan “khalilullah” (kekasih Allah) mendapat ujian berat pada saat rasa bahagianya meluap-luap dengan kehadiran sang buah hati di dalam rumah tangganya.

Lewat perintah menyembelih Ismail, Allah seolah hendak mengingatkan Nabi Ibrahim bahwa anak hanyalah titipan. Betapapun mahalnya kita menilai seorang anak, kita tak boleh terlena bahwa hanya Allahlah tujuan akhir dari rasa cinta dan ketaatan.

Nabi Ibrahim lolos dari ujian ini. Ia membuktikan bahwa dirinya sanggup mengalahkan egonya untuk tujuan mempertahankan nilai-nilai Ilahi. Dengan penuh ketulusan, Nabi Ibrahim menapaki jalan pendekatan diri kepada Allah sebagaimana makna qurban, yakni pendekatan diri.

Sementara Nabi Ismail, meski usianya masih belia, mampu membuktikan diri sebagai anak berbakti dan patuh kepada perintah Tuhannya.

Yang menarik, ayahnya menyampaikan perintah tersebut dengan memohon pendapatnya terlebih dahulu, dengan tutur kata yang halus, tanpa unsur paksaan. Atas dasar kesolehan dan kesabaran yang ia miliki, ia pun memenuhi panggilan Tuhannya.

Sikap Nabi Ibrahim kepada Ismail Ini memberikan pelajaran bagi para orang tua, jangan sekali-kali memaksa anak untuk melakukan sesuatu sekalipun itu termasuk hal baik. Tetapi tanyakanlah atau mintalah pendapat kepada sang anak, karena secara tidak langsung hal ini dapat mendidik anak untuk saling menghargai orang lain.

Jamaah shalat Idul Adha hadâkumullâh,

Pelajaran kedua adalah tentang kemuliaan manusia. Dalam kisah itu kita juga diingatkan agar jangan menganggap mahal sesuatu bila itu untuk mempertahankan nilai-nilai ketuhanan, namun di sisi lain kita juga dihimbau untuk tidak meremehkan nyawa dan darah manusia.

Penggantian Nabi Ismail dengan domba besar adalah pesan nyata bahwa pengorbanan dalam bentuk tubuh manusia sebagaimana yang berlangsung dalam tradisi sejumlah kelompok pada zaman dulu adalah hal yang diharamkan.

Manusia dengan manusia lain sesungguhnya adalah saudara. Mereka dilahirkan dari satu bapak, yakni Nabi Adam ‘alaihissalâm. Seluruh manusia ibarat satu tubuh yang diciptakan Allah dalam kemuliaan. Karena itu, membunuh atau menyakiti satu manusia ibarat membunuh atau menyakiti manusia secara keseluruhan. Larangan mengorbankan manusia sebetulnya penegasan kembali tentang luhurnya kemanusiaan di mata Islam.

Hadirin Rahimakumullah..

Pelajaran yang ketiga yang bisa kita ambil adalah tentang hakikat pengorbanan. Sedekah daging hewan kurban hanyalah simbol. Makna Korban itu sejatinya sangat luas, meliputi pengorbanan dalam wujud harta benda, tenaga, pikiran, waktu, dan lain sebagainya.

Pengorbanan merupakan bentuk dari kesadaran kita sebagai makhluk sosial. Bayangkan, bila masing-masing manusia sekadar memenuhi ego dan kebutuhan sendiri tanpa peduli dengan kebutuhan orang lain, alangkah kacaunya kehidupan ini.

Semua orang hendaknya saling tolong menolong, misalnya, mengorbankan sedikit hartanya untuk tetangga yang kurang mampu. Semua orang mesti mengorbankan sedikit waktunya, misal, mengorbankan waktu untuk memakamkan saudara yang meninggal, menghentikan sejenak kendaraan saat lampu merah lalu lintas menyala dan lain sebagainya. Sebab, keserakahan hanya layak dimiliki para binatang.

Hadirin Rahimakumullah..

Di sinilah perlunya kita “menyembelih” sifat kebinatangan kita, untuk menggapai kedekatan kepada Allah, karena inti dari kurban adalah solidaritas atau saling menghargai dan ketulusan murni untuk mengharap keridhaan Allah.

Semoga Kita semua tergolong orang-orang yang sholih dan sabar.. Amiin Amiin ya robbal alamiin..***

 

Editor: Ahmad Fiqi Purba


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x