Naskah Khutbah Idul Adha 2022 Terbaru Singkat Padat dengan Tema Bertauhid, Berqurban dan Berhaji

- 6 Juli 2022, 09:09 WIB
Teks Khutbah Idul Adha Terbaru 2022 Dengan Tema Bertauhid, Berkurban dan Berhaji
Teks Khutbah Idul Adha Terbaru 2022 Dengan Tema Bertauhid, Berkurban dan Berhaji /freepik.com/starline

Dan beberapa saat ketika hewan itu telah dirobohkan hendak disembelih, semua makhluk yang berada ditempat penyembelihan hingga langit ketujuh memintakan pengampunan untuknya. Dan ketika darah telah mengalir dari hewan kurban, setiap tetesnya akan menjelma sepuluh malaikat yang memohonkan ampunan kepadanya hingga hari akhir. Dan ketika daging itu dibagi-bagikan, maka setiap satu suap daging yang dimakan orang, setimpal dengan memerdekakan satu budak dari keturunan Nabi Islamail"

Hal ini haruslah diyakini dengan benar oleh kita semua, agar menjadi semangat bagi yang belum berkorban dan menjadi pahala nyata bagi mereka yang telah berkurban.

Sehubungan dengan kurban, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Yang selama ini mungkin banyak disalah pahami. Pertama, Apapun alasannya tidak dibenarkan menjual bagian dari kurban entah itu kulit, kepala, ataupun tanduk hewan kurban. Walaupun dengan tujuan membiayai proses pemotongan, sungguh itu tidak dibenarkan.

Karena semua yang terdapat dalam hewan kurban adalah milik Allah swt, semua yag terdapat dalam hewan kurban adalah benda sedekah yang harus dibagikan dan dinikmati dengan seksama. Tidak ada yang diperjual belikan atau ditukar gulingkan dengan benda lain. Andaikan memang proses pemotongan itu membutuhkan biaya, hendaknya biaya itu diminta tersendiri tidak diambil dari hewan kurban.

Kedua, hendaklah orang yang berkurban merasakan sebagian daging kurbannya. Sebagaimana Rasulullah saw memakan sebagian dari kurban yang disembelihnya. Kecuali bila kurban itu telah dinadzarkan sebelumnya, maka tidak dibolehkan memakan daging hewan kurbannya.

Ketiga, setelah kurban diembelih disunnahkan bagi orang yang berkurban menjalankan shalat dua rekaat dan setelahnya berdo'a yang makudnya "ya Allah bahwa halatku, ibadahku, hidupku dan matiku adalah milik-Mu, dan tidak ada yang berekutu dengan-Mu. Ya Allah semoga kami diberikan panjang umur hingga menikmati kembali idul adha tahun yang akan datang dengan penuh keta'atan dan rizqi yang makin berkah.

Semoga orang-orang muslim yang hari ini berkurban benar-benar berkurban untuk-Mu, tidak karena yang lain sehingga mereka akan dapat berkurban kembali tahun mendatang. begitu pula semoga kaum muslim yang tahun ini belum mampu berkurban diberikan Allah kemampuan berkorban tahun mendatang. Semoga kita semua mendengarkan panggilannya berziarah ke Baitullah dan maqam Rasulullah saw, dan mendapatkan syafaatnya di hari akhir nanti.

Demikianlah doa itu dipanjatkan dengan seksama dan diakhiri dengan permohonan untuk pergi haji. Karena berhaji merupakan ibadah penyempurna bagi seorang muslim.

Para Jama'ah idhul adha yang berbahagia,

Haji meupakan salah satu ibadah yang sarat dengan simbol dan perlambang. Oleh karena itu, jikalau ibadah haji dilaksanakan tanpa mengerti makna yang tersimpan didalamnya sangatlah percuma, karena yang demikian itu hanya menyisakan kelelahan belaka. Kelelahan yang kerontang tanpa kesadaran.

Kaum muslimin dan muslimat, meskipun saat ini kita berada di sini, jauh dari tanah Haram, tidak berarti kita tidak bisa meneladani Nabi Ibrahim. Karena keteladanan itu tidaklah bersifat fisik. Namun sejatinya keteladanan itu berada dalam semangat yang tidak mengenal batas ruang dan waktu. Keteladanan atas ibadah haji dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari ketika kita berinteraksi dengan tetangga, teman, saudara dan umat manusia pada umumnya.

Saudara-saudaraku seiman,

Bila kita tengok bahwa haji dimulai dengan niat yang dibarengi dengan menanggalkan pakaian sehari-hari untuk digantikan dengan dua helai kain putih yang disebut dengan busana ihram. Maka ketahuilah dibalik keseragaman ini tersimpan beragam makna. Pertama bahawa pakaian yang selama ini kita pakai sehari-hari sangat menunjukkan derajat dan status sosil manusia.

Oleh karena itu, ketika seorang muslim telah berniat untuk haji dan berniat menghadap-Nya maka segeralah tanggalkan pakaian itu dan gantilah dengan busana Ihram yang serba putih, karena manusia di hadapan Ilahi Rabbi sejatinya tidak berbeda.

Kedua, Pakaian itu tidak hanya apa yang kita pakai namun juga identitas yang menyelimuti diri manusia hendaknya segera diluluhkan ketika menghadap-Nya. Allah tidak akan pernah membedakan antara peabat dan rakyat, antar penguasa dan hamba, antara pedagang dan nelayan. Semua itu dimata Allah swt adalah sama. Seperti putihnya seragam yang membalut raga.

المسلمون إخوة لافضل لأحد على أحد إلابالتقوى (رواه الطبرانى)

Artinya, orang-orang Islam itu satu sama lain bersaudara, tiada yang lebih utama seorangpun dari seorang yang lain, melainkan karena taqwanya (HR. Tabhrani)

Ketiga, Pakaian itu adalah sifat manusia. Ketika seorang muslim telah berniat menghadap Allah Sang Maha Kuasa, hendaklah ia mencopot segala identitasnya. Baik identitas sebagai tikus, buaya, serigala ataupun identitas sebagai kupu-kupu, merpati ataupu kasuwari. Artinya, segala macam sifat yang melekat baik negative maupun positif sebaiknya dihilangkan. Jangan pernah merasa sebagai apa-apa jikalau engkau menghadap-Nya.

Keempat, pakaian itu mengingatkan manusia akan ketakberdayaannya. Nanti ketika menghadap Ilahi Rabbi manusia tidak membawa apa-apa kecuali kain putih yang menemaninya. Sebagai pertanda bahwa sebaiknya manusia hidup dengan sederhana, karena semua akan ditinggalkannya.

Ma'asyiral Muslimin as’adakumullah,

Selanjutnya Thowaf mengelilingi ka'bah tujuh kali putaran adalah perlambang kedekatan manusia dengan Sang Khaliq. Begitu harunya jiwa manusia ketika lebur mendekatkan diri pada Baitullah, seolah kedirian manusia hilang ditelan kebesaran-Nya. Thowaf dapat diartikan hilangnya diri terhanyut dalam pusaran Energi keilahiyan yang tak terkira. Thowaf adalah simbol hablum minallah yang hakiki, bahkan lebih dari itu. Tidak ada lagi habl penghubung antara manusia dan Sang Khaliq. Karena keduanya telah menyatu.

Kemudian sa'i berlari kecil dari shofa ke marwah. Ini merupakan rangkaian setelah Thowaf yang dapat diartikan sesuai perspketif sejarah. Ketika Siti Hajar Ibunda Nabi Ismail ditinggal oleh Nabi Allah Ibrahim as. Maka ia pun harus bertarung mempertahankan hidup ini dengan mencari air dari bukit Shofa ke Marwa. Kehidupan sarat dengan perjuangan.

Usaha menjadi suatu kewajiban bagi manusia. Tiada air yang turun dari langit, namun air itu harus dicari sumbernya. Begitulah kehidupan di dunia ini. Hidup itu suci dan harus dijaga seperti makna hafiah kata Shofa yaitu kemurnian dan kesucian sedangkan. Namun hidup itu juga cita-cita yang jumawa dan penuh idealism seperti makna kata marwa yaitu kemurahan, memaafkan dan menghargai.

Jika thowaf menggambarkan hubungan dan kemanunggalan manusia dengan Sang Khaliq, maka sa'i menunjukkan bahwa kehidupan haruslah dijalani sesuai dengan hukum kemanusiaan. Berinteraksi, berhubungan dan berkomunikasi dengan sesame. Maka kehidupan ini haruslah menyeimbangkan antara keilahiyahan dan keinsaniyahan.

Ma'asyiral Muslimin yang berbahagia

Selain itu simbolisme dalam ibadah haji juga melekat pada Ka'bah Baitullah. Di sana ada hijir Ismail yang berarti 'pangkuan Ismail'. Di sanalah seorang Ismail putera Ibrahim yang membangun Ka'bah pernah berada dalam pangkuan sang Ibu Hajar, seorang wanita hitam yang miskin juga seorang budak. Dengan ini Allah swt membuktikan bahwa seorang hamba pun dapat dimuliakanya dengan memposisikan kuburnya disamping ka'bah baitullah. Itu semua karena ketaqwaannya. Ketaqwaan Ibu Hajar yang mampu berhijrah menuju kebaikan dan kemuliaan.

Sedangkan padang Arafah sebagai tempat para haji menunaikan wuquf merupakan ruang luas yang terhampar untuk memasak diri seorang muslim hingga ia mengenal siapa jati dirinya sebagai manusia. Arafah adalah ruang berintrospeksi diri, siapa, dari mana sosok diri itu dan hendak kemana nantinya.

Oleh karena itu ruang ini dinamakan arafah yang mempunyai satu asal kata yang sama dengan ma'rifat yaitu mengeatuhi dan mengerti hakikat diri. Diharapkan setelah diramu dalam padang arafah ini seorang diri bisa menjadi lebih arif (bijaksana) dalam mengarungi kehidupan dan mempertimbangkan antara kepentingan dunia dan akhirat seperti yang disimbolkan dalam thowaf dan sa'i.

Dari Arafah menuju Muzdalifah guna mempersiapkan diri dan mempersenjatainya melawan syaithan yang akan dihadapi nanti di Mina. Manusia haruslah selalu waspada bahwa syaitan ada dimana-mana. Karena itulah senjata pemusnahnya tidaklah sesuatu yang besar dan menakutkan. Tetapi cukup dengan kerikil yang kecil sebagai simbol atas kesabaran dan keteguhan hati.

Ma'asyiral Muslimin

Demikianlah uraian dalam khutbah ini semoga ada manfaatnya bagi kita semua. Dan amrilah kita berdoa kepada Allah swt semoga amal ibadah kita diterima. Semoga kita yang disini diberikan kesempatan mengunjungi tanah haram di lain waktu, seperti cita-cita kita semua. Dan semoga mereka yang berada di sana diberi keselamatan semua. Amien

أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اللهُ اَكْبَرْ (٣×) اللهُ اَكْبَرْ (٤×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُو

***

Halaman:

Editor: Ahmad Fiqi Purba


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah