“dan aku bersegera kepada-Mu, Ya Tuhanku, agar Engkau rida (kepadaku).” [Quran Thaha: 85].
Demikian juga dengan Nabi Sulaiman ‘alaihissalam:
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ
“Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” [Quran An-Naml: 19].
Demikian juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam kondisi kesedihannya saat anaknya wafat, beliau dengan penuh adab kepada Allah Ta’ala mengatakan,
تَدْمَعُ العَيْنُ، وَيَحْزُنُ القَلْبُ، وَلَا نَقُوْلُ إِلَّا مَا يَرْضَى رَبُّنَا، وَاللهِ يَا إِبْرَاهِيْمُ إِنَّا بِكَ لَمَحْزُوْنُوْنَ
“Mata menyucurkan air mata. Hati ini bersedih. Namun kami tidak mengatakan sesuatu yang tidak diridhai Rabb kami. Wahai Ibrahim, demi Allah sungguh kami sangat bersedih dengan kepergianmu.”
Tujuan dan cita-cita tertinggi Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam pun adalah mendapat ridha Allah. Kehidupan beliau senantiasa diisi dengan harapan tersebut. Beliau meminta kepada Rabnya agar memberinya taufik untuk beramal sehingga hal itu mendatangkan keridhaan Allah. Beliau berdoa:
أَسْأَلُكَ مِنَ العَمَلِ مَا تَرْضَى
“Aku memohon amalan yang Engkau ridhai.”