Khutbah Jumat Muhammadiyah Terbaru Tentang Pandangan Islam Soal Bersenang-senang

- 25 Januari 2023, 20:05 WIB
Ilustrasi khutbah Jumat Muhammadiyah Terbaru
Ilustrasi khutbah Jumat Muhammadiyah Terbaru /Sagui Andrea/ Pexels

JURNAL MEDAN - Berikut ini adalah materi khutbah Jumat Muhammadiyah terbaru.

Teks materi khutbah Jumat Muhammadiyah terbaru kali ini membahas tentang oandangan Islam soal bersenang-senang.

Sebagai kita ketahui, ujian iman dalam Islam salah satunya melalui penderitaan. Tidak dikatakan beriman manakala seorang muslim dalam hidupnya ditempa terlebih dahulu dengan berbagai penderitaan.

Memberikan penderitaan berupa sedikit ketakutan, kelaparan, dan kekurangan harta untuk menyeleksi hamba-hamba-Nya.

Baca Juga: Teks Khutbah Jumat tema Keutamaan Bulan Rajab, Peristiwa penting dan Amalan di Dalamnya

Hadirin sidang Jumat rahimakumullah,

Allah berjanji akan mengangkat derajat manusia yang mampu menerima cobaan berupa derita dengan sabar, tenang, dan ikhlas.

Sebagaimana tertera dalam QS. al-Baqarah ayat 155, Allah Swt berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ

Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar (QS. al-Baqarah: 155).

Para sufi memaknai penderitaan ini sebagai wijhat min al-ta’arruf atau cara Tuhan menyingkapkan diri agar dikenali lebih dekat lagi, memperdalam kecintaan pada Ilahi, dan tidak tergoda pada kemolekan duniawi.

Baca Juga: Khutbah Jumat Edisi Singkat Padat Tema Fadhilah, Keagungan dan Keutaman Shalat yang Harus Kita Ketahui

Dampaknya, banyak kisah-kisah sufi yang tetap membiarkan dirinya hidup dalam keadaan miskin, kemalangan, dan tersiksa. Bahkan gambaran umum kita tentang sufi didominasi oleh bayangan laki-laki tua berpakaian compang-camping.

Hadirin sidang Jumat rahimakumullah,

Kesan penderitaan sebagai alat ukur kualitas keimanan dalam perkembangannya membuahkan sikap keagamaan yang cenderung aneh.

Rasa-rasanya semakin menderita semakin dekat dengan Tuhan. Akhirnya mereka kadang membuat-buat penderitaan dalam beragama.

Ada orang yang tetap memaksakan puasa saat bepergian, enggan melaksanan salat jamak saat dalam perjalanan, dan melakukan sembahyang salat lengkap dengan sajadah dan mukena di tengah-tengah keramaian terminal.

Baca Juga: Teks Singkat Khutbah Jumat Terbaru 27 Januari 2023. Hikmah Bulan Rajab, Keutamaan dan Amalan

Ketaatan yang keras kepala ini sesungguhnya tidak ada kaitannya dengan kualitas keimanan.

Padahal Nabi Saw pernah menegur sahabat yang beribadah secara berlebih-lebihan. Kisah yang direkam Aisyah ini menceritakan tiga orang sahabat yang mengaku menjalankan agamanya dengan baik.

Masing-masing dari ketiga sahabat itu mengaku rajin berpuasa dan tidak berbuka; selalu salat malam dan tidak pernah tidur; dan tidak menikah lantaran takut mengganggu ibadah. Rasulullah saat itu menegaskan bahwa ‘aku yang terbaik di antara kalian’. Karena Nabi berpuasa dan berbuka, salat malam dan tidur, dan menikah.

Hadirin sidang Jumat rahimakumullah,

Nabi Saw sadar bahwa tujuan utama diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak bukan untuk memberikan penderitaan kepada orang-orang beriman. Dalam QS. al-Anbiya ayat 107 ditegaskan bahwa “Tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta”.

Baca Juga: Naskah Khutbah Jumat Terbaru Edisi 27 Januari 2023. Besarnya Keutamaan dalam Doa, Hikmah Dibaliknya

Kalau pun diberikan sedikit penderitaan, Allah telah pastikan dalam QS. al-Baqarah ayat 286 bahwa laa yukallifullahu nafsan illa wus’aha, Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.

Dengan demikian, Islam tidak mengajarkan pencapaian prestasi spiritual melalui penderitaan. Memang pelaksanaan kewajiban agama itu ada yang menyukarkan, namun kesukarannya berada dalam kewajaran manusiawi.

Apabila terdapat kesukaran yang di luar batas manusiawi, maka terdapat kaidah-kaidah dan asas-asas yang memayungi dan memberi keringanan.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

***

Editor: Ahmad Fiqi Purba

Sumber: Muhammadiyah.or.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x