JURNAL MEDAN - Kasus bunuh diri Novia Widyasari Rahayu menyita perhatian publik di tanah air.
Selain menyeret nama oknum polisi Bripda Randy Bagus, diduga polisi yang bertugas di Polres Pasuruan, Jawa Timur, itu memaksa Novia untuk aborsi.
Disebutkan bahwa alasan utama bunuh diri Novia Widyasari Rahayu karena telah melakukan aborsi.
Baca Juga: Jangan Sampai Gagal Paham, Pahami Tanda-tanda Gunung Merapi Akan Meletus
Berdasarkan pendalaman kasus jajaran Polda Jawa Timur, Novia Widyasari Rahayu sudah dua kali melakukan aborsi sepanjang berpacaran.
Aborsi adalah menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah abortus.
Aborsi merupakan berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin.
Dilansir melalui alodokter.com, terdapat beberapa risiko besar apabila melakukan aborsi.
Infeksi
Aborsi yang dilakukan tanpa saran dokter mengakibatkan komplikasi dan infeksi. Kondisi ini biasanya ditandai dengan munculnya keputihan yang berbau, demam, dan nyeri yang hebat di area panggul. Pada kasus infeksi yang berat, bisa terjadi sepsis setelah aborsi.
Kerusakan rahim dan vagina
Aborsi yang dilakukan dengan tidak benar dapat menyebabkan kerusakan pada rahim dan vagina.
Kerusakan ini dapat berupa lubang maupun luka berat pada dinding rahim, leher rahim, serta vagina itu sendiri.
Masalah psikologis
Setelah aborsi membuat fisik hancur, berikutnya yang dihadapi adalah trauma psikologis oleh wanita yang menjalani aborsi. Ini bukan persoalan mudah.
Perasaan bersalah, malu, stres, cemas, hingga depresi merupakan beberapa masalah psikologis yang banyak dialami wanita setelah menjalani aborsi.
Risiko terjadinya komplikasi ini akan lebih besar jika aborsi dilakukan secara ilegal, dilakukan di fasilitas kesehatan yang kurang memadai, atau menggunakan metode tradisional yang tidak terjamin keamanannya.
Oleh karena itu, saat hendak menjalani aborsi, perlu dilakukan pemeriksaan medis dan pertimbangan dari dokter, agar risiko komplikasi tersebut dapat dicegah.
Perdarahan
Salah satu risiko yang sering terjadi setelah aborsi adalah perdarahan berat melalui vagina.
Aborsi kehamilan di bawah 13 minggu memiliki risiko perdarahan yang lebih kecil dibandingkan kehamilan yang usianya sudah di atas 20 minggu.
Perdarahan berat juga lebih berisiko terjadi jika masih ada jaringan janin atau ari-ari yang tertinggal di dalam rahim setelah aborsi.
Untuk menanganinya, diperlukan transfusi darah dan tindakan kuret untuk mengangkat sisa jaringan. ***