Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 Dinilai Mengancam Privasi dan Kebebasan Berekspresi, Pengkritik Dibungkam?

26 November 2021, 17:30 WIB
Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 Mengancam Privasi dan Kebebasan Berekspresi, Pengkritik Dibungkam? /Instagram @amnestyindonesia

JURNAL MEDAN - Sejumlah pihak menilai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 tahun 2020 tentang penyelenggaraan Sistem Elektronik Lingkup Privat (Permenkominfo No. 5 Tahun 2020) mengancam privasi dan kebebasan berekspresi.

Diantara alasan yang dikemukakan adalah setiap kali orang melakukan aktivitas online, maka orang-orang tersebut meninggalkan jejak data dan rekaman digital aktivitasnya.

Muncul dua pertanyaan. Pertama, apa jadinya kalau informasi pribadi kita dilacak dan diawasi secara berlebihan?

Baca Juga: GRATISAN! Tukarkan 27 Kode Redeem FF Baru 1 Menit Lalu Hari Ini, Ada Jakpot Diamond, Emote hingga Skin Pet

Kedua, kenapa aturan Permenkominfo No. 5/2020 berpotensi membahayakan kebebasan berekspresi kita di medsos?

Amnesty Internasional Indonesia menilai peraturan ini membuat pemerintah bisa meminta penyelenggara sistem elektronik (PSE) termasuk platform medsos memberi akses ke sistem dan data pribadi pengguna ke pemerintah untuk tujuan "pengawasan".

Selain itu, Kominfo juga berwenang meminta suatu konten dihapus jika dianggap tidak "sesuai".

Dalam pasal 9 aturan disebutkan bahwa Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE) tidak boleh memfasilitasi penyebaran informasi yang dilarang.

Baca Juga: Baby R Lahir Dengan Berat Tubuh 3 Kilogram, Raffi Ahmad dan Nagita Slavina: Mirip Aa Rafathar Malik Ahmad Loh!

Hal ini, menurut Amnesty International Indonesia, dinilai ambigu sebab tidak jelas indikator apa saja yang membuat sebuah informasi bisa mengganggu ketertiban umum, dan siapa saja yang berwenang menentukan pelanggaran informasi tersebut.

Direktur eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar mengatakan bahwa aturan ini memberikan kewenangan yang besar pada pemerintah dalam mengatur internet.

"Kondisi ini dapat mengancam demokrasi dan kebebasan sipil di ruang digital," ujar Wahyudi Djafar.

Dalam pasal 21 juga disebutkan PSE wajib memberikan akses informasi pribadi pengguna ke Kementerian atau lembaga negara lainnya untuk "pengawasan".

Baca Juga: Nagita Slavina Melahirkan Bayi Laki-laki, Rossa Ucapkan Selamat: Selamat Kesayanganku

Akses data pribadi oleh negara untuk penegakan hukum juga berpotensi mengkriminalisasi penyebar informasi yang dianggap "mengganggu" oleh negara. Pengkritik juga bisa dibungkam melalui aturan ini.

Dosen dan peneliti Pusat Studi Hukum HAM Fakultas Hukum Universitas Airlangga Herlambang Wiratraman menjelaskan, Permenkominfo 5/2020 memuat berbagai hal tentang pemberian, pembatasan, maupun pencabutan hak atas ekspresi warga negara di dunia maya.

Pengaturan dan pembatasan hak warga negara, kata dia, secara teori perundang-undangan hanya boleh diatur dalam regulasi sekelas UU maupun peraturan daerah (perda) yang diciptakan melalui kesepakatan antara eksekutif dan legislatif.

Karakteristik permenkominfo, menurut Herlambang, sama dengan aturan turunan lain seperti peraturan pemerintah, perpres, dan peraturan menteri yang hanya mengatur implementasi.

Baca Juga: Tokopedia Beri Penghargaan Untuk Grup K-Pop. BTS, NTC Dream hingga Blackpink Dapat Penghargaan, Pantaskah?

Sementara itu, pembatasan-pembatasan yang sifatnya lebih fundamental dengan memuat sanksi-sanksi yang lebih besar harus diatur dalam UU.

Dengan adanya Permenkominfo 5/2020 yang sudah setahun diberlakukan berpotensi melanggar hak atas privasi pasal 17 dari Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik juga hak atas informasi yang tertera pada pasal 28 F UUD 1945.***

Editor: Arif Rahman

Tags

Terkini

Terpopuler