Di Tengah Badai Pandemi, Pemerintah Diminta Tidak Merevisi Aturan Rokok

30 Juli 2021, 02:07 WIB
Di Tengah Badai Pandemi, Pemerintah Diminta Tidak Merevisi Aturan Rokok /ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/

JURNAL MEDAN - Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Atong Soekirman mengatakan Revisi PP 109/2012 belum ada urgensinya, sehingga tidak perlu dilakukan.

PP tersebut terkait Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Menurut Atong, pada masa pandemi Covid-19, baik pemerintah pusat hingga pemerintah daerah berfokus pada penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.

Baca Juga: BLT UMKM Rp 1,2 Juta Cair, Pandawakarta Puji Langkah Pemerintah Bantu Pelaku UMKM

"Daripada melakukan revisi PP 109, fokus saja pada penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi," ujarnya kepada wartawan, Kamis 29 Juli 2021.

Revisi PP 109/2012 akan berdampak luas ke berbagai sektor. Penerimaan negara pun akan ikut terdampak, pasalnya dana cukai dari produk tembakau menyumbangkan 10% dari penerimaan negara. Sektor lain yang ikut terdampak adalah ketenagakerjaan.

"Tenaga kerja yang terkait langsung maupun yang tidak terkait langsung pada produk tembakau sebanyak 7.000 orang,” ujar Atong.

Revisi PP 109/2012 mencakup pelarangan penggunaan bahan tambahan, pembesaran gambar peringatan kesehatan, pengetatan restriksi iklan, serta pelarangan kegiatan sponsor dan promosi oleh Industri Hasil Tembakau (IHT).

Kalangan Kesehatan meyakini tambahan larangan dan pembatasan aspek-aspek ini akan mampu mendorong penurunan angka perokok.

Tanggapan AMTI

Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo mengatakan, untuk mengurangi jumlah perokok berusia di bawah 18 tahun, maka yang perlu ditegakkan adalah implementasi dari PP 109/2012.

"Bukan regulasi yang direvisi," ujarnya.

Budidoyo menjabarkan bahwa berbagai aturan pengendalian tembakau termasuk PP 109/2012 telah berhasil.

Baca Juga: UPDATE Informasi Subsidi Gaji Pemerintah, Simak Kata Menaker Ida Fauziyah, Perhatikan Syarat-syaratnya

Di antaranya, menurunkan jumlah prevalensi perokok dewasa, pada tahun 2013 jumlah prevalensi perokok dewasa adalah 29,3% dan tahun 2018 sudah turun menjadi 28,8% (Data Riskesdas).

Selain itu, terdapat penurunan jumlah produsen rokok, data Kementerian Perindustrian menunjukkan pada tahun 2013 terdapat 1.206 produsen rokok, sedangkan pada tahun 2018 telah mengalami penurunan drastic menjadi 770 produsen.

“Volume produksi rokok pun turun berdasarkan data Kementerian Keuangan. Pada tahun 2013, volume produksi rokok nasional mencapai 346 milyar batang, sementara tahun 2020 volume ada di angka 322 milyar batang," jelasnya.

Pencapaian tersebut menunjukkan bahwa kebijakan pengendalian tembakau yang saat ini berlaku termasuk di dalamnya PP 109/2012 sudah efektif dalam mengendalikan produk tembakau, yang justru harus diperkuat adalah implementasinya, serta sinergi dengan berbagai Kementrian Lembaga juga elemen masyarakat.

PP 109/2012 juga sudah mengatur pelarangan penjualan rokok kepada anak berusia di bawah 18 tahun dan ibu hamil dan mengatur juga peran serta masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam upaya edukasi bahaya merokok dan pencegahan perokok anak.

Implementasi Peraturan tersebut di lapangan memang masih memperlihatkan kekurangan.

Baca Juga: Cara Cek Daftar Penerima Manfaat Bansos Kemensos, Kunjungi cekbansos.kemensos.go.id dan Ikuti Langkahnya

Sebelumnya, Managing Director IPSOS di Indonesia, Soeprapto Tan mengungkap 32% pedagang tradisional atau warung sama sekali tidak tahu adanya peraturan larangan penjualan rokok kepada anak-anak, karena mereka tidak pernah mendapat sosialisasi pemerintah tentang aturan tersebut.

Sebagian menyimpulkan larangan itu hanya berlaku bagi pembeli rokok, dan bukan untuk pedagang. Bahkan, pedagang rokok tradisional tersebut juga mengira bahwa produk rokok dapat diperjualbelikan kepada siapa saja, selama rokok tersebut legal. ***

Editor: Arif Rahman

Tags

Terkini

Terpopuler