Larangan Pemprov DKI Terhadap Iklan Rokok Dinilai Mengganggu Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi

20 September 2021, 22:17 WIB
Larangan Pemprov DKI Terhadap Iklan Rokok Dinilai Mengganggu Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi /ANTARA/Walda

JURNAL MEDAN - Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) Joko Setiyanto menanggapi Seruan Gubernur DKI Nomor 8 Tahun 2021.

Seruan tersebut melarang pedagang untuk memajang rokok di toko atau warung serta pelarangan iklan rokok.

Menurut Joko, seruan gubernur itu dinilai mengabaikan pemulihan ekonomi masyarakat yang terpukul oleh pandemi Covid-19, sekaligus kontraproduktif dengan pemulihan ekonomi.

Baca Juga: Lembaga WARKOP DKI Minta Pihak Warkopi Hentikan Kegiatan Komersial Berkaitan Dengan Nama WARKOP DKI

"Saya bukan perokok, bukan berarti saya melarang teman-teman saya untuk merokok," kata Joko Setiyanto saat dihubungi media, Senin 20 September 2021.

Pemulihan ekonomi masyarakat akibat pandemi covid-19 adalah hal yang sangat penting. Larangan yang dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta seharusnya memperhatikan kondisi masyarakat bawah dalam keadaan ekonomi sedang sulit seperti ini.

Joko menilai seruan tersebut hanya membuang-buang energi bagi Pemprov DKI. Menurut dia, Pemprov Jakarta bisa mengerjakan hal yang lebih penting daripada menutup reklame dan display rokok.

"Ada masalah yang harus diselesaikan dengan cepat dahulu. Seperti menyelesaikan vaksinasi di pasar agar masyarakat tidak takut untuk masuk pasar," ujarnya.

Baca Juga: Fakta Terbaru! Muhammad Kace Disebut Bikin Tahanan Mabes Polri Marah

Sementara itu, Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan kebijakan Gubernur DKI Jakarta kontra poduktif dengan kebijakan Pemerintah Pusat terkait Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Menurut dia, menghidupkan kembali ekonomi setelah 2 tahun terdampak pandemi adalah hal yang lebih perlu dilakukan segera.

Selain itu, Trubus menilai kebijakan yang diambil Pemprov DKI bertentangan dengan peraturan yang lain, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) 109 Tahun 2012, yang di dalam PP tersebut rokok diizinkan melakukan reklame dalam ruang.

Kebijakan itu juga bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 54/PUU-VI/2008 dan 6/PUU-VII/2009.

Baca Juga: Roy Suryo ke Ferdinand Hutahaean: Jangan Playing Victim, Hadapi Saja Penyidik di Polda Metro Jaya

Dalam keputusan MK tersebut rokok tidak ditempatkan sebagai produk yang dilarang untuk dipublikasikan. Terlebih, tidak ada larangan untuk diperjualbelikan, atau pun tidak pernah menempatkan tembakau dan cengkeh sebagai produk pertanian yang dilarang.

Produk rokok, kata dia, sama seperti produk lainnya yang biasa ditemukan di minimarket atau toko adalah produk yang legal, terbukti dengan dikenakannya cukai terhadap rokok dan tembakau.

Karena itu, Trubus menekankan bahwa DKI Jakarta sebagai ibukota negara jangan menerapkan aturan sendiri yang dapat berimbas luas dan disalahartikan.

"DKI Jakarta adalah bagian tidak terpisahkan oleh NKRI, seruan (Anies Baswedan) melanggar peraturan yang ada," ujarnya.

Baca Juga: Model Hijab Ria Ricis Saat Photoshoot Dengan Teuku Ryan Disorot, Warganet Senggol Sang Kakak Oki Setiana Dewi

Jibal Windiaz sebagai perwakilan konsumen menilai seruan menutup reklame rokok di etalase mini market merupakan upaya menihilkan hak masyarakat, terlebih para penjual di tengah kondisi pandemi.

Dia menyebut semestinya pemerintah berfokus pada upaya pengawasan yang serius dalam upaya menegakkan peraturan Kawasan tanpa Rokok, dan pelarangan penjualan rokok kepada anak di bawah umur, yang saat ini belum terimplementasi.

"Upaya yang dilakukan Pemrov DKI nyatanya bertabrakan dengan payung hukum tentang Kawasan Tanpa Rokok yang disusun Pemerintah Pusat," ujar Jibal Windiaz yang merupakan bagian dari Komunitas Kretek. ***

Editor: Arif Rahman

Tags

Terkini

Terpopuler