Arif Poyuono Sebut Keran Ekspor Sawit Macet, Stok Nasional Melimpah Sehingga Harga Anjlok

2 Agustus 2022, 00:35 WIB
Tumpukan TBS Buah Sawit /Nirwansyah Hutapea/jurnalmedan.com

JURNAL MEDAN - Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) Arief Poyuono mengatakan keran ekspor sawit masih macet.

Apalagi stok ekspor crude palm oil (CPO) nasional saat ini sebesar 8,1 juta tidak normal. Sebab, pada kondisi biasanya, stok minyak sawit Indonesia rata-rata 3 juta ton.

Hal inilah yang membuat harga minyak sawit anjlok. Padahal pemerintah sudah melakukan penghapusan sementara tarif pungutan CPO dan produk turunannya hingga 31 Agustus 2022.

Baca Juga: Apa Hukum Sholat Bagi Perempuan Alami Siklus Haid Tidak Teratur? Begini Penjelasan 4 Mazhab di Indonesia

Penghapusan dilakukan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115 Tahun 2022 yang mengatur perubahan tarif pungutan ekspor terhadap seluruh produk kelapa sawit dan turunannya.

"Pemerintah menggratiskan pungutan tersebut hingga akhir Agustus 2022 tidak akan cukup menaikan harga Tandan Buah Segar (TBS) petani atau harga TBS selama keran ekspor masih macet," kata Arief Poyuono dalam keterangan yang diterima Jurnal Medan, Senin, 1 Agustus 2022.

Menurut Arief, musim puncak panen sawit sebenarnya telah berjalan sejak Juli dan akan terus berjalan hingga Januari mendatang.

Dengan demikian, pengusaha membutuhkan tempat penampungan lebih banyak untuk menyerap TBS.

Baca Juga: Buka Kejurnas Bulutangkis Piala Presiden, Menpora Bicara Perjuangan Atlet di Asean Para Games 2022

"Bila tidak, pengusaha tidak akan dapat menyerap TBS petani yang berlanjut terhadap tertahan rendahnya harga TBS," kata Arief.

Stok CPO yang melimpah tersebut akibat dampak dari berubah-ubahnya kebijakan pemerintah terhadap industri minyak sawit, khususnya dalam rangka stabilisasi harga minyak goreng.

Dengan banyaknya kebijakan pemerintah dalam enam bulan terakhir membuat stok minyak sawit nasional melimpah.

"Biasanya 3 juta ton sekarang pada Juli 8,1 juta ton. Ini yang membuat harga minyak sawit internasional turun," ujarnya.

Baca Juga: Cerita Horor Kisah Nyata! Tragedi Paiton Kecelakaan Truk vs Bus Pariwisata, 54 Orang Tewas Terbakar

Menurut dia, angka ini mencapai ambang batas yang tak bisa bergerak, overstock, mencapai 8,1 juta ton sehingga harus segera dikeluarkan

Jika tidak, maka harga TBS petani tidak akan meningkat secara signifikan agar naik ke Rp 1.600 per kilogram sesuai rekomendasi Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.

Sehingga harga minyak goreng dalam negeri tetap terjaga dan dampak ke petani akan sulit untuk bisa mengcover biaya-biaya yang harus dikeluarkan petani plasma sawit, khususnya seperti biaya pupuk, biaya perawatan serta pembayaran kredit di bank.

Arief menuturkan, dengan skema Domestik Market Obligation (DMO) dan Persetujuan Ekspor (PE), ia memperkirakan volume ekspor CPO pada Juli dan Agustus hanya bisa tercapai di angka 1,89 juta ton dan 1,9 juta ton.

Baca Juga: Nonton dan Download Classroom of The Elite Season 2 Episode 5 Lengkap Sub Indo. Rilis 1 Agustus 2022

"Artinya, stok yang 8,1 juta ton di awal Juli 2022 ini, dalam 2 bulan ini baru bisa berkurang ke level 3,31 juta ton di akhir Agustus 2022," katanya.

APPKSI, kata dia, meminta DPR turut mendesak pemerintah untuk memperjuangkan nasib para petani sawit agar harga TBS bisa mencapai harga diatas Rp 1.600 per kilogram sesuai rekomendasi Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dan harga minyak goreng dalam negeri tetap terjaga.

APPKSI pun meminta Presiden Jokowi melakukan hal-hal berikut ini:

1. Relaksasi ekspor untuk 6 bulan ke depan hingga akhir tahun agar volume expor minyak sawit bisa mencapai 4  juta ton, minimal mulai Agustus.

Baca Juga: One Piece 1056 Spoiler Reddit. Bounty Terbaru Zoro Lebih Tinggi dari Sanji dan Bagaimana Haki COC Shanks

Selain itu, model DMO untuk sementara dibatalkan bila harga CPO dipasar lokal masih berada dibawah Rp 9.500 per kilogram tanpa pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Hal tersebut bakal memberikan jaminan harga minyak goreng curah lokal bisa di level Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter.

2. Penerapan tarif potongan BPDPKS di level 0 persen mulai 15 Juli 2022 agar diberlakukan selamanya.

Alasannya karena penyaluran Dana hasil pengumpulan pungutan Ekspor CPO selama ini salah pengunaannya dan melanggar UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Baca Juga: Cerita Rakyat Batak Toba, Legenda Ular Gaib Sibaganding Tua Dipercaya Membawa Berkah, Begini Kisahnya!

Disebutkan ketentuan Pasal 9 menentukan bahwa dana yang dihimpun digunakan untuk kepentingan pengembangan SDM Perkebunan; penelitian dan pengembangan Perkebunan; promosi Perkebunan; peremajaan Perkebunan; dan/atau sarana dan prasarana Perkebunan dan bukan untuk subsidi industri biodiesel milik oligarki industri sawit.

3. Bea keluar juga diberi relaksasi dengan diskon dari posisi sekarang sebesar 50% mulai Agustus sampai  desember 2022. Tujuannya agar bisa memberikan dampak pada naiknya harga TBS.

4. Mumpung pasar ekspor terbuka baik, dan hasil kunjungan Presiden Jokowi dari RRC membawa kabar terbaru China akan menambah kebutuan 1 juta ton, karena itu perlu didorong ekspor CPO  sebesar mungkin.

5. Birokrasi yang panjang dalam aturan DMO menjadi salah satu penyebab buyer CPO internasional ragu untuk berbisnis dengan industri sawit domestik, karena itu DMO harus ditiadakan.***

Editor: Arif Rahman

Tags

Terkini

Terpopuler