وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ ۚ وَجَاءَكَ فِي هَٰذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Hud: 120)
Hari-hari Allah ini kelak akan menjadi saksi jiwa-jiwa suci yang berjuang menggapai ketinggian dan rela berkorban untuk meraih mardhatillah: ridha Allah subhanahu wata’ala.
وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
“Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur.” (QS. Ibrahim: 5)
اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبْرُ اَللهُ اَكْبَرُ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهَ وَاللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Jamaah shalat Idhul Adha yang dirahmati Allah
Nabiyullah Ibrahim alaihissalam meninggalkan bayinya yang masih mungil dan ibunya di lembah tandus tak berpenghuni. Dengan meninggalkan perbekalan yang jauh dari kata memadai. Bukan karena ‘tega’ kalau hanya mengandalkan kaca mata akal semata.
Namun karena meyakini seyakin-yakinnya bahwa Rabbnya tidak akan menyia-nyiakannya. Ketaatan Ibrahim melampaui batas logika. Begitu pun istrinya Hajar yang menerima keputusan itu begitu saja ketika itu adalah titah Rabbnya. Selain ketaatannya kepada sang suami yang notabene juga seorang Nabi.