Dalam hadits yang lain, seorang Anshar pernah bertanya kepada Rasulullah tentang mukmin yang paling cerdas, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:
أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ
Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling banyak baik persiapannya menghadapi kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah; hasan)
Maka, inilah resolusi yang lebih utama bagi kita. Lebih penting untuk menjadi agenda lebih dari seluruh target-target dunia. Apalagi ketika kita disadarkan dengan banyaknya kematian yang datang tiba-tiba selama pandemi dua tahun ini.
Tahun baru harus menjadi semangat baru. Lebih baik dari tahun yang lalu. Bukan soal pencapaian target-target duniawi, bertambahnya kekayaan, atau naiknya jabatan. Namun soal memperbaiki kataatan dan meningkatkan ketaqwaan. Sebagai bekal menghadapi kehidupan setelah kematian.
Bahkan, momen pergantian tahun ini selayaknya menjadi momen muhasabah bagi kita. Jika selama ini kita demikian bergegas mengejar dunia tetapi lamban dan lalai dalam mempersiapkan diri menghadapi kehidupan setelah kematian.
Jama’ah Jum’at rahimakumullah,
Marilah kita renungkan bagaimana pengarahan Al-Qur’an mengenai cita-cita dan bagaimana seharusnya semangat kita dalam mengejarnya.
Agar kita mendudukkan tujuan sesuai hakikatnya dan bagaimana kecepatan langkah kita meraihnya.
Sering kali kita terbalik. Dalam mengejar rezeki, kita demikian bergegas. Namun saat shalat jamaah kita malas. Dalam mengejar dunia, kita berlari secepatnya. Namun betapa lambannya kita saat menghimpun bekal untuk menghadap-Nya.
Padahal ketika berbicara tentang upaya meraih rezeki di dunia, Allah menggunakan lafazh famsyuu (فامشوا) yang artinya berjalanlah.
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ