JURNAL MEDAN - Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK) Habib Syakur bin Ali Mahdi Al Hamid mengatakan prinsip gotong royong bisa digunakan untuk melawan paham radikal dan ekstrimisme.
Paham radikal, intoleran, dan ekstremis bakal berujung pada perilaku teror. Menurut Habib Syakur, semua itu merupakan monster bagi keutuhan bangsa Indonesia.
Masyarakat, kata dia, harus gotong royong mencegah berkembangnya paham tersebut. Gotong royong juga bisa berarti saling peduli dan saling mengenal.
"Paham radikal, intoleran, dan ekstremis adalah paham monster sebenarnya salah memahami agama," kata Habib Syakur dalam Podcast bertajuk 'Melawan Radikalisme Melalui Narasi Moderat, Selasa 19 Oktober 2021.
Habib Syakur kemudian menjelaskan tentang munculnya paham radikal dan intoleran karena mudahnya mengakses informasi di media sosial (medsos).
Tak sedikit masyarakat yang mengakses medsos kemudian mengikuti materi keagamanan yang kadang jauh dari narasi kesejukan.
Habib Syakur pun mengimbau semua unsur, baik aparat, pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, bersama-sama saling mengontrol.
Baca Juga: Kinanti Mulai Takut Kehilangan Abhimana: Bocoran Terpaksa Menikahi Tuan Muda di ANTV Hari Ini
Bahwa memastikan dunia digital tidak diisi oleh narasi-narasi yang memecah belah bangsa sangat penting. Apalagi yang menjurus pada paham radikalisme dan berujung aksi teror.
Setidaknya, kata dia, saling mengontrol di lingkungan keluarga terdekat, anak, keluarga, dan masyarakat sekitar.
Sebab, di dunia digital juga banyak yang mengaku sebagai pendakwah dengan kemampuan pemahaman agama yang masih kurang baik.
"Banyak sekarang yang baru lulus dari pendidikan agama mencoba berdakwah, lalu banyak yang hanya mengedepankan hawa nafsu, ingin poluler saja. Akibatnya, mereka memahami hanya satu bidang saja," jelas Habib Syakur.
Ia kemudian memberikan contoh para pendakwah di dunia digital yang sebagian tidak bisa menjelaskan perbedaan dan persamaan antar mazhab dalam agama Islam.
"Yang ada hanya dikaji satu mazhab saja sehingga terkesan yang tidak sesuai mazhabnya berarti salah arah," tegasnya
Habib Syakur berharap pemerintah dengan instrumennya dapat melakukan deteksi dini terhadap kelompok pendakwah semacam itu.
"Pemerintah harus jeli dan teliti, awasi dakwah-dakwah di media sosial yang berkaitan dengan kaum milenial Indonesia. Karena anak-anak muda yang tidak bisa berjalan dengan seimbang antara kehidupan rohani dan jasmani ini sedang diracuni dengan dosa," tuturnya.
Habib Syakur juga meminta pemerintah lebih banyak menghadirkan pendakwah yang moderat di media sosial untuk melakukan counter narasi.
"Sehingga pemahaman agama bagi kelompok milenial ini tidak melenceng."
Terakhir, Habib Syakur pun menegaskan bahwa kompleksitas bangsa Indonesia tidak boleh merawat polarisasi yang pernah terjadi, khususnya dalam panggung politik elektoral.
"Harus bisa bersama-sama membangun bangsa dan negara yang lebih baik lagi ke depannya," jelas Habib Syakur. ***