Muncul Parpol Tolak Revisi UU Pemilu Ketika Sudah di Baleg, Mardani: Ini Aneh dan Naif

- 1 Februari 2021, 14:04 WIB
PRESIDEN Joko Widodo (kanan) menerima buku laporan penyelenggaraan Pemilu Serentak tahun 2019 dari Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman dalam pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 11 November 2019. Dalam pertemuan itu pimpinan KPU memberikan laporan kepada Presiden terkait penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019.*/ANTARA
PRESIDEN Joko Widodo (kanan) menerima buku laporan penyelenggaraan Pemilu Serentak tahun 2019 dari Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman dalam pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 11 November 2019. Dalam pertemuan itu pimpinan KPU memberikan laporan kepada Presiden terkait penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019.*/ANTARA /

JURNAL MEDAN - Anggota Komisi II Mardani Ali Sera mengkritik sejumlah partai yang menolak revisi UU Pemilu ketika sudah berada di Badan Legislatif (Baleg).

"Anehnya, ada mulai beberapa partai menolak revisi. Padahal ketika di Komisi II mereka perlu revisi. Naif jika mempermasalahkannya di Baleg. Kenapa set back? Sangat tidak progresif dan menjadi wasting time," kata Mardani dalam keterangannya, Senin, 1 Februari 2021.

Sebelumnya, dalam beberapa kesempatan Mardani kerap menyampaikan bahwa revisi UU Pemilu penting untuk memperbaiki kualitas Pemilu sekaligus menghindari munculnya ratusan Pelaksana Tugas (PLT) dalam waktu yang sangat panjang.

"Ini perlu dilakukan untuk mencegah lahirnya tirani dan oligarki yang terstruktur," ujarnya.

Ada beberapa alasan yang dikemukakan Mardani kenapa kehadiran ratusan PLT bisa membuat Pemerintah Daerah (Pemda) sangat tidak efektif akibat tidak dipimpin oleh kepala daerah definitif.

Di masa pandemi, kata dia, dengan adanya refocusing anggaran, pengambilan keputusan yang sangat fundamental, tentu diperlukan kepala daerah definitif yang memiliki mandatory politik kuat.

"PKS mengusulkan diadakan normalisasi Pilkada di 2022 dan 2023," ujar Mardani.

Kemudian terkait politik gagasan yang bakal jauh dari realisasi karena upaya mencampurkan isu lokal maupun daerah. Belum lagi polarisasi yang diakibatkan keterbatasan pilihan karena pemilih disodorkan hanya 2 pasangan calon sebagai ekses dari ambang batas presiden.

"Ini tidak ketemu karakter indonesia yang beragam, yang lahir dari ke-Bhinekaan," kata Mardani.

Halaman:

Editor: Arif Rahman


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah