Bahwa memastikan dunia digital tidak diisi oleh narasi-narasi yang memecah belah bangsa sangat penting. Apalagi yang menjurus pada paham radikalisme dan berujung aksi teror.
Setidaknya, kata dia, saling mengontrol di lingkungan keluarga terdekat, anak, keluarga, dan masyarakat sekitar.
Sebab, di dunia digital juga banyak yang mengaku sebagai pendakwah dengan kemampuan pemahaman agama yang masih kurang baik.
"Banyak sekarang yang baru lulus dari pendidikan agama mencoba berdakwah, lalu banyak yang hanya mengedepankan hawa nafsu, ingin poluler saja. Akibatnya, mereka memahami hanya satu bidang saja," jelas Habib Syakur.
Ia kemudian memberikan contoh para pendakwah di dunia digital yang sebagian tidak bisa menjelaskan perbedaan dan persamaan antar mazhab dalam agama Islam.
"Yang ada hanya dikaji satu mazhab saja sehingga terkesan yang tidak sesuai mazhabnya berarti salah arah," tegasnya
Habib Syakur berharap pemerintah dengan instrumennya dapat melakukan deteksi dini terhadap kelompok pendakwah semacam itu.
"Pemerintah harus jeli dan teliti, awasi dakwah-dakwah di media sosial yang berkaitan dengan kaum milenial Indonesia. Karena anak-anak muda yang tidak bisa berjalan dengan seimbang antara kehidupan rohani dan jasmani ini sedang diracuni dengan dosa," tuturnya.