JURNAL MEDAN - NasDem akhirnya mendepak Zulfan Lindan dari DPP pasca ucapannya yang menyebut Jokowi sebagai antitesis Anies Baswedan.
Pada Kamis 13 Oktober 2022 DPP Nasdem menerbitkan surat yang ditandatangani Ketua Umum Surya Paloh dan Sekjen Nasdem Johnny G Plate. Isu reshuffle pun muncul.
"Menonaktifkan saudara Zulfan Lindan dari Kepengurusan DPP Partai NasDem," demikian isi surat tersebut.
Baca Juga: Live Instagram Bunda Corla Tembus 107K View, Putra Siregar: Tembus 150K Aku Kasih 100 Juta Ka Corla
Selain itu, Zulfan Lindan juga dilarang memberikan atau membuat pernyataan di media massa dan media sosial atas nama fungsionaris Partai NasDem sampai waktu yang ditetapkan.
Presiden Jokowi menanggapi pencopotan Zulfan Lindan dengan mengutarakan keinginannya untuk melakukan reshuffle Kabinet Indonesia Maju.
Terdapat 3 menteri Nasdem di pemerintahan Jokowi yakni Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Kominfo Johnny G Plate, serta Menteri Lingkuhan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar.
"Rencana selalu ada, pelaksanaan (reshuffle) nanti diputuskan," ujar Jokowi saat meninjau proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung di kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis 13 Oktober.
Baca Juga: Profil Rizky Billar, Resmi Ditahan Atas Kasus KDRT Terhadap Lesti Kejora
Pada hari yang sama sejumlah relawan Jokowi meminta presiden untuk mencopot kader Nasdem yang saat ini bekerja di Kabinet Indonesia Maju.
Di Jakarta, perwakilan relawan menyatakan sikap dengan meminta Jokowi untuk segera melakukan reshuffle terhadap tiga menteri Nasdem.
"Kami meminta kepada Bapak Presiden untuk segera memberhentikan para menteri yang berasal dari Partai Nasdem," kata ujar perwakilan relawan Jokowi, Fredi Moses Ulemlem di kawasan Jakarta Pusat, Senin, 13 Oktober 2022.
Masih di hari yang sama, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menilai pernyataan Anies Baswedan antitesis Jokowi yang diungkapkan Zulfan Lindan sebagai etika politik.
Baca Juga: Profil Wanda Hamidah, Sebut Anies Baswedan Zalim Gara-gara Rumahnya di Menteng Dieksekusi Satpol PP
NasDem sebagai partai yang mendukung pemerintahan Jokowi seharusnya tidak mengungkapkan hal seperti itu karena bakal menimbulkan persoalan.
"Ini menimbulkan persoalan tata pemerintahan dan etika politik yang sangat serius," kata Hasto kepada wartawan, Kamis, 13 Oktober 2022.
Hasto menuturkan, dilihat secara etika politik dan pemerintahan, pernyataan antitesis Jokowi seperti mempertanyakan komitmen Nasdem berada di barisan koalisi pemerintah.
"Apakah dukungan Nasdem terhadap Anies yang dikatakan antitesa Presiden Jokowi," kata Hasto.
Antitesis Jokowi
Sosok Jokowi sebenarnya juga pernah disebut antitesis dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang merupakan Presiden RI 2004-2014.
Namun sebelum itu SBY sebenarnya juga dianggap antitesis Megawati Soekarnoputri yang menjabat Presiden RI sebelumnya periode 2001-2004.
Teori antitesis kepemimpinan ini pernah diungkapkan oleh Direktur Program Pemberdayaan SDM Strategis PPSDM Drs Musholi pada tahun 2012.
Ketika itu Musholi menggelar acara National Leadership Camp (NLC) di Gedung P4TK, Lenteng Agung, Jakarta, yang diikuti mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi negeri (PTN).
Pada waktu itu ia memuji Jokowi sebagai sosok/karakter yang merupakan antitesis pemimpin yang ada saat itu yakni cenderung arogan dan birokratis.
Tanpa menyebut nama pemimpin yang dimaksud, pernyataan Musholi bisa merujuk SBY. Kebetulan pada waktu itu Jokowi akan maju sebagai calon Gubernur DKI.
Jokowi akhirnya berhasil memenangkan Pilkada DKI 2012 dengan menjadi Gubernur hingga dua tahun kemudian menjadi Presiden RI.
Jokowi, kata dia, berhasil menawarkan hal-hal baru sebagai pemimpin yang jauh berbeda dari SBY yang dikenal elitis.
Jokowi melakukan blusukan hingga kampanye yang menyentuh rakyat kecil. Intinya, Jokowi menampilkan sesuatu yang berbeda dari pemimpin incumbent.
"Jokowi merupakan sosok langka di negeri ini," ujar Musholi ketika itu.***