APPKSI: Krisis Ekonomi Tinggal Tunggu Waktu Jika Levy Ekspor CPO Tidak Dihapuskan

11 Juli 2022, 18:38 WIB
Tumpukan tandan buah segar (TBS) sawit di Kecamatan Sorkam, Tapteng /Nirwansyah Hutapea/Jurnal Medan

JURNAL MEDAN - Dalam sejarah kebijakan pungutan ekspor (Levy) minyak sawit di Indonesia, pungutan ekspor dengan metode tak langsung selalu ditempuh pemerintah.

Ketua Umum Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) Muhamadyah mengatakan banyak studi yang membuktikan kebijakan itu merugikan industri perkebunan, petani sawit, dan Indonesia secara keseluruhan.

Kebijakan pungutan ekspor yang dilakukan secara tak langsung (specific-levy) akan menaikkan harga CPO dunia, namun menurunkan harga CPO/TBS domestik.

Baca Juga: Profil Stevany Sianturi, Artis Batak Asal Sibolga Yang Terkenal Lewat Lagu Jujur Do Au Cinta Dilengkapi Lirik

Akibatnya tercipta disparitas harga
CPO dunia dengan harga CPO domestik.

Kebijakan yang demikian akan merugikan produsen CPO/TBS domestik termasuk petani sawit yang ada pada 190 kabupaten di Indonesia.

"Industri biodisel domestik diperkirakan menikmati manfaat ganda yakni makin
murahnya harga bahan baku (CPO) dan
subsidi dari pungutan ekspor. Namun secara keseluruhan Indonesia dirugikan," kata Muhamadyah dalam keterangan yang diterima Jurnal Medan, Senin, 11 Juli 2022.

Sementara Negara eksportir minyak sawit dunia, selain Indonesia akan menikmati manfaat, termasuk perusahaan Indonesia yang bergerak pada industri minyak sawit di negara lain.

Baca Juga: Deretan Postingan Kocak Ridwan Kamil Saat Ibadah Haji, Mulai dari Rukun Rumah Tangga Hingga Level Kebelet

Berbeda Kebijakan pungutan ekspor yang dilakukan dengan cara langsung (lump-sum levy) dan penggunaan dana pungutan untuk subsidi bunga kredit industri minyak sawit, merupakan kebijakan yang terbaik dan menguntungkan semua pelaku industri minyak sawit termasuk pemerintah.

Selain itu, kata dia, harga CPO domestik akan tertekan akibat pungutan ekspor. Dan akan makin tertekan jika harga CPO dunia melewati USD 750 dimana tarif BK mulai berlaku.

"Tekanan terhadap harga CPO/TBS domestik yang demikian tampaknya sulit diimbangi oleh peningkatan penyerapan CPO didalam negeri karena tambahan penyerapan CPO didalam negeri tidak terlalu besar dibandingkan dengan produksi CPO dalam negeri," ujarnya.

Apalagi dengan diberlakukan pungutan ekspor secara nyata, industri hilir terlebih industri biodiesel masih tetap menikmati tambahan manfaat (better-off) dari sebelumnya.

Baca Juga: Petani Sawit di Tapteng Menjerit Gara-gara Harga Tandan Buah Segar Anjlok

Sementara produsen CPO/TBS harus menderita (worse-off) akibat kebijakan itu.

Mengacu pada pengalaman Indonesia tahun-tahun sebelumnya, nilai penurunan manfaat yang diderita produsen CPO/TBS lebih besar dari tambahan manfaat yang dinikmati industri hilir biodiesel  dan konsumen, sehingga secara keseluruhan Indonesia dirugikan (worse-off).

Dan Pihak lain yang menikmati kebijakan pungutan ekspor minyak sawit Indonesia adalah negara eksportir minyak sawit selain Indonesia seperti Malaysia, Thailand, negara-negara Afrika termasuk perusahaan Indonesia (jika ada) yang berada di luar Indonesia.

Kenaikan harga CPO dunia akibat pungutan ekspor Indonesia akan membuat negara-negara tersebut menikmati harga CPO dunia yang lebih tinggi.

Baca Juga: Rendang Daging Kambing, Apa Saja Bumbu Rendang Daging Kambing? Bagaimana Cara Membuatnya! Ini Resepnya!

Dengan mempertahankan pungutan Ekspor CPO, maka pemerintah secara tidak langsung sedang mematikan industri sawit petani sawit, hingga akhirnya akan menciptakan Krisis Ekonomi jika petani sawit dan industri perkebunan sawit terus merugi berdampak pada kredit macet diperbankan nasional.

"Nah, siap siap aja Krisis Ekonomi terjadi," ujarnya.

Momok Petani Sawit

Pemerintah sedang berupaya membuka kembali ekspor CPO dan produk turunannya seiring terpenuhinya kebutuhan Minyak Goreng Dalam Negeri.

Namun permasalahan yang belum usai sampai hari ini adalah pemberlakuan Pungutan Ekspor (Levy).

Baca Juga: TERLENGKAP, 25 Link Twibbon Hari Koperasi Nasional 2022 ke 75

Saat ini harga rata2 CPO di USD 1.615 per ton dan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.103 /PMK.05/2022 akan dikenakan Levy sebesar USD 200 dan Bea Keluar sebesar USD 280.

Bahkan, pengenaan Pungutan Levy lebih dari 90% digunakan untuk subsidi program biodiesel.

HIP BBM per bulan Juli 2022 sebesar Rp. 15.118,-/ltr sedangkan HIP BBN sebesar Rp. 11.070,-/ltr, artinya saat ini harga BBM lebih tinggi dari BBN, tidak diperlukan subsidi.

"Pungutan Levy memberatkan dan menekan harga CPO dan TBS, perlu dihapus agar tidak memberatkan Petani," ucapnya.

Baca Juga: Doa Setelah Membaca Surat Yasin, Dalam Bahasa Arab Latin dan Terjemahan Bahasa Indonesia: Mudah Dibaca

Sebab menurut data pada 5 Juli 2022, harga itu turun menjadi Rp898 di petani swadaya dan Rp1.236 di petani bermitra/ plasma.

Harga kembali turun pada 6 Juli 2022, menjadi Rp811 di petani swadaya dan Rp1.200 di petani mitra/ plasma.

Menurut APPKSI, tidak ada satu pun pabrik kelapa sawit (PKS) yang mematuhi harga penetapan TBS oleh Dinas Perkebunan.

Dimana, harga TBS sebelum larangan ekspor mencapai Rp4.250 per kg.

Baca Juga: Sinopsis Kurulus Osman Season 2 Malam Ini NET TV: Detik-detik Dundar Bey Diarak ke Suku Kayi Oleh Osman Bey

Sementara itu, tanggapan lainnya datang dari Peneliti Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI),  Salamuddin Daeng menilai pungutan ekspor CPO sangat berdampak bagi petani sawit dan merugikan.

Menurut dia, pemerintah harusnya membantu petani sawit bukan justru membuat petani sawit menderita akibat kebijakan tersebut.

"Harusnya pemerintah membuat aturan atau kebijakan yang menguntungkan petani sawit bukan malah merugikan para petani sawit," ujarnya.

Selain itu, harus jelas untung dari kebijakan tersebut bagi para petani sawit jangan cari untung saja pemerintah.

Baca Juga: Resep Bumbu Rawon Daging Khas Jawa Timur, Kaya Akan Rasa Rempah, Begini Cara Memasaknya!

Ditempat terpisah, Direktur Executive Indonesia Development Ir. Widodo Tri Sektianto mengatakan, bahwa pungutan ekspor CPO justru kebijakan yang bisa mempengaruhi Product Domestic Bruto menjadi menurun di sektor industri sawit.

Penyebabnya, kata dia, jatuhnya harga TBS petani akibat pungutan Levy tersebut, dan pungutan Levy CPO juga hanya dinikmati segelintir industri hilir dari sawit yaitu industri Biodiesel yang menikmati subsidi dari 96 persen pungutan Levy CPO.

"Karena itu pungutan Levy harus dihapuskan dengan demikian ekspor CPO akan menjadi andalan pendapatan devisa megara dan memberikan dampak kenaikan harga TBS petani," pungkasnya.***

Editor: Arif Rahman

Tags

Terkini

Terpopuler