Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya tentang ayat ini mengatakan, ”Allah mengabarkan hakikat dunia dan seluruh isinya, dan Allah menjelaskan kesudahan dunia dan kesudahan manusia yang menghuninya, bahwa dunia adalah “permainan dan suatu yang melalaikan.”
Raga manusia bermain-main dengan dunia dan hati mereka lalai. Hal ini terjadi dan berlaku bagi mereka yang mencintai dunia. Anda melihat mereka menghabiskan sebagian besar usia mereka dengan kelalaian hati serta lalai untuk mengingat Allah serta lalai akan janji dan ancaman yang ada di hadapan mereka.
Anda juga melihat mereka menjadikan agama sebagai permainan dan kelalaian. Lain halnya dengan orang-orang yang sadar dan bekerja untuk akhirat. Hati mereka penuh dengan dzikir, ma’rifah dan mahabbah.
Mereka gunakan sebagian besar waktu mereka untuk amalan-amalan yang mendekatkan mereka kepada Allah sehingga tidak sempat melakukan perbuatan-perbuatan yang kurang bermanfaat.”
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui. [Al-‘Ankabut: 64]
Di dalam tafsir al-Mukhatashar disebutkan penjelasan ayat ini sebagai berikut, ”Tidaklah kehidupan dunia ini – dengan segala syahwat dan kenikmatan yang ada padanya-melainkan gurauan dan permainan bagi orang-orang yang tergantung kepadanya, yang tidak lama akan segera sirna.
Dan sesungguhnya negeri Akhirat adalah kehidupan yang sebenarnya karena keabadiannya. Kalau mereka mengetahuinya niscaya mereka tidak akan mendahulukan yang fana daripada yang kekal.”