JURNAL MEDAN - Dewan Pers akan membentuk tim yang menangani pengaduan terkait dengan pemberitaan politik dan pemilu.
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers, Dewan Pers, Yadi Hendriana mengatakan, tim khusus ini dibuat untuk menyelesaikan sengketa/pengaduan pemberitaan seputar Pemilu.
"Hal ini agar penyelesaian kasus pengaduan terkait pemilu dapat diselesaikan cepat, sesuai waktu penyelenggaraan pemilu," kata Yadi Hendriana dalam keterangan, Senin, 5 Desember 2022.
Baca Juga: Mendagri: Inflasi Relatif Terkendali Berkat Upaya Pemda Lakukan Sembilan Langkah Pengendalian
Ia mengingatkan para pekerja pers agar selalu meningkatkan profesionalitas dalam menjalankan tugas jurnalistiknya dengan berpedoman pada kode etik jurnalistik.
Dewan Pers juga mengimbau kepada seluruh media berbagai platform agar menjaga kehidupan pers yang sehat.
Semua media diharapkan menjunjung tinggi etika dan patuh pada norma-norma sosial maupun agama yang disepakati bersama dan yang berlaku di masyarakat.
Memasuki tahun politik, kata Yadi, pers dituntut bekerja profesional dan
independen. Tanpa sikap profesional dan independen, pers akan kehilangan fungsi dan perannya.
"Jangan sampai antusiasme kawan-kawan memberitakan isu politik tidak lagi mengindahkan fungsinya sebagai insan pers, tetapi menjadi bagian dan partisan dari tim parpol tertentu. Ini harus dihindari," kata dia.
Berdasarkan data terbaru Dewan Pers, selama Oktober 2022, Dewan Pers menegur keras tiga media yang menjalankan kerja jurnalistik secara tidak profesional terkait pemberitaan politik.
Ketiga media itu memuat ulang berita lama yang dikaitkan seolah-olah berita baru.
"Kami meminta media itu mencabut berita tersebut. Kami minta mereka memberi keterangan di link-nya bahwa berita dicabut karena dinilai oleh Dewan Pers melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ)," ujarnya.
Baca Juga: Bawaslu Petakan Potensi Kerawanan Distribusi Logistik Pemilu 2024 Hingga Melacak Perusahaan Pemenang
Sementara data pengaduan di Dewan Pers setiap bulan menunjukkan
peningkatan.
Di satu sisi hal tersebut positif, karena kesadaran masyarakat untuk mengadukan keberatan terhadap pemberitaan pers berada pada jalur yang benar, yakni kepada
Dewan Pers.
Namun di sisi lain, peningkatan pengaduan menunjukkan ada yang
harus dibenahi dalam kerja pers selama ini, khususnya kompetensi jurnalis dan kepatuhan terhadap KEJ.
Penyelesaian Kasus Pers
Selama bulan November 2022, Dewan Pers telah menyelesaikan 51 kasus pengaduan.
Sebanyak 8 kasus selesai dengan risalah kesepakatan, 14 kasus diselesaikan dengan pernyataan penilaian dan rekomendasi (PPR), serta 27 kasus diselesaikan melalui surat.
Baca Juga: Keamanan dan Kenyamanan Surabaya Diinjak-injak, Wali Kota Pimpin Perang Lawan Tawuran dan Gangster
Media yang dinilai melanggar etika jurnalistik wajib memberikan hak jawab/hak koreksi.
Beberapa media juga diminta menyampiakan maaf secara terbuka kepada publik.
"Sesuai undang-undang, yang tidak memuat kewajiban hak jawab ini dapat didenda Rp500 juta," kata Yadi.
Sejak Januari hingga akhir November 2022, Dewan Pers sudah menerima 665 kasus aduan.
Sebanyak 551 kasus (82,86%) sudah selesai penanganannya, sisanya 114 (17,141%) kasus pengaduan dalam proses penyelesaian.
Ditargetkan hingga akhir 2022, sedikitnya 90% kasus aduan dapat diselesaikan.
Secara umum pelanggaran kode etik yang dilakukan media adalah tidak melakukan uji informasi, tidak melakukan konfirmasi dan menghakimi, serta plagiasi.
Saat ini masih banyak konten media yang berpotensi melanggar etika jurnalistik.
Untuk itu, Dewan Pers meminta masyarakat ikut memantau sajian tidak sehat tersebut dan melaporkannya ke Dewan Pers dengan bukti yang ada.
Selama ini Dewan Pers telah menyediakan layanan bagi masyarakat yang mengadukan masalah pemberitaan dan pers, mulai dari surat-menyurat secara langsung hingga melalui daring.
"Saat ini kami lakukan penanganan pengaduan masyarakat secara tatap muka atau luring dan daring dengan melibatkan para jurnalis senior sebagai analis," pungkasnya.***