Bawaslu Terbitkan Rekomendasi Hasil Kajian Hukum Pilkada 2020, Diantaranya Wewenang Pelanggaran Administrasi

- 27 Agustus 2021, 00:04 WIB
Bawaslu Terbitkan 6 Rekomendasi Hasil Kajian Hukum Pilkada 2020, Diantaranya Wewenang Pelanggaran Administrasi. Foto: Ratna Dewi Pettalolo
Bawaslu Terbitkan 6 Rekomendasi Hasil Kajian Hukum Pilkada 2020, Diantaranya Wewenang Pelanggaran Administrasi. Foto: Ratna Dewi Pettalolo /Humas Bawaslu RI

JURNAL MEDAN - Bawaslu RI pada Kamis 26 Agustus 2021 meluncurkan buku hasil Kajian Evaluatif Penanganan Pelanggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak tahun 2020.

Buku ditulis Anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo dan Khairul Fahmi (Dosen Hukum Universitas Andalas), menampilkan hasil kajian dari kaca mata penegakan hukum Pilkada 2020 yang berlangsung di 270 daerah.

Diantara pembahasan buku seperti data 210 dugaan tindak pidana pilkada yang ditangani Bawaslu yang telah diteruskan ke tingkat penyidikan.

Baca Juga: Abu Janda Dinilai Bela Muhammad Kace, Christ Wamea: Manusia yang Dipenuhi Roh Jahat Ini kok Bela Penista Agama

Kemudian Bawaslu menangani pelanggaran administrasi secara nasional sebanyak 1.532 dugaan pelanggaran administrasi pilkada.

"Pelanggaran administrasi tersebut terjadi di seluruh tahapan penyelenggaraan pilkada," kata Ratna Dewi Pettalolo saat peluncuran buku.

Buku ini juga memberikan rekomendasi bagi sejumlah pihak terkait: mulai dari Pemangku Kebijakan, Pembuat UU, Parpol, akademisi, penggiat pemilu, konsultan hukum dan politik, masyarakat luas, hingga kepala daerah.

Adapun rekomendasi atau hasil dan manfaat dari kajian hukum Pilkada 2020 adalah sebagai berikut:

Baca Juga: Cuitan Ruhut Sitompul Banjir Komentar, Netizen Usulkan Ustaz Yahya Waloni dan Muhammad Kace Satu Sel

1. Pada ranah pengaturan pelanggaran administrasi, perlu dilakukan perbaikan pada aspek kejelasan definisi pelanggaran administrasi.

Termasuk kejelasan batas perbuatan yang dinilai sebagai pelanggaran administrasi. Pembenahan juga perlu dilakukan terkait hukum acara penanganannya.

2. Dualisme wewenang penanganan pelanggaran administrasi (oleh Bawaslu dan KPU) dalam UU Pilkada perlu diakhiri.

Wewenang pemeriksaan dan keputusan hasil pemeriksaan diserahkan kepada Bawaslu. Adapun KPU tinggal melaksanakan apa yang telah diputuskan jajaran Bawaslu.

Baca Juga: Setelah Muhammad Kace, Ruhut Sitompul Senang Ustaz Yahya Waloni Ditangkap Bareskrim Polri di Cibubur

3. Ketiadaan batas waktu penanganan pelanggaran administrasi dalam praktiknya telah menyebabkan munculnya berbagai masalah hukum.

Salah satunya terjadi perhimpitannya dengan mekanisme penyelesaian masalah hukum pilkada lainnya.

Untuk itu perlu adanya pembatasan mengenai sampai tahapan apa Bawaslu berwenang memeriksa pelanggaran administrasi.

4. Perlu ditinjau kembali secara proporsional akibat dari suatu perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana pemilihan.

Baca Juga: Ustaz Yahya Waloni Ditangkap Dengan Kasus Ujaran Kebencian SARA, Ketika Didatangi Polisi Bersikap Kooperatif

Jangan sampai perbuatan yang memiliki dampak kerusakan ringan disamakan sanksinya dengan perbuatan yang memiliki dampak kerusakan lebih besar.

Perlu juga untuk melakukan dekriminalisasi atau depenalisasi terhadap perbuatan yang masih bisa diselesaikan secara administrasi.

5. Waktu penanganan tindak pidana pemilihan sangat singkat, sehingga pengungkapan dugaan tindak pidana pemilihan tidak dapat dilakukan secara optimal.

Waktu yang sangat terbatas menyebabkan upaya mengungkap dugaan tindak pidana pemilihan yang melibatkan aktor penting dalam pilkada sulit dilakukan. Perlu ditinjau kembali mengenai batasan waktu yang tepat.

Baca Juga: 10 Fakta Muhammad Kace, Dari Kasus Penistaan Agama Hingga Raup Keuntungan Rp535 Juta

6. Memperkuat Sentra Gakkumdu, semula hanya wadah untuk menyamakan pemahaman ditingkatkan menjadi pusat aktivitas penanganan tindak pidana pemilihan. ***

Editor: Arif Rahman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah