"Belum (berantem sama ayah). Dulu (mau berantemin ayah) karena kok tega banget dari kecil (nggak pernah ketemu). Kasian juga liat mama berjuang sendiri," ungkap Katak Bhizer.
"Belum (pernah ngobrol sama ayah kandung), iya (sampai detik ini). Liat aja belum pernah, gimana ngobrol," lanjutnya bercerita.
Lebih lanjut, Katak Bhizer menuturkan, dirinya mengawali dunia tawuran itu sejak SMP.
"Awal tawuran kelas 2 atau 3 SMP. Ikut-ikutan waktu itu, ada menang ada kalah kalau SMP. Kalau jaman SMP jamannya itu bawa gear, tapi SMP cuma maju-maju aja, nggak sampai (ngenain orang)," aku Katak Bhizer.
Barulah ketika ia masuk STM di SMK Bhipuri 2 Serpong, Katak Bhizer kemudian menikmati dunia tawuran antar pelajar.
"Terus di STM sih yang lebih menarik di SMK Bhipuri 2 Serpong. Bukan ditekunin (tawuran), kalau di STM itukan kita kaya di tatar (di pelonco) sama abang kelas," beber Katak Bhizer.
"Di tatarnya itu disuruh berantem sama musuh, di suruh tawuran, tradisi lah itu. Kalau menang (tawuran) ya nggak di apa-apain. Kalau kalah disuruh makan cabe, bawang, ya digebukin juga," sambungnya lagi.
"Kalau tawuran sekolah inget banget momennya. Tapi ada satu dua orang yang masih saya inget sampai sekarang. Tradisi (tawuran), emang turun menurun dari senior-senior sekolah. Hal paling inget ya ngebacok orang. Dulu (sama yang dibacok) biasa aja (nggak kasihan)," tutup Katak Bhizer. ***