JURNAL MEDAN - Peneliti Centra Initiative, Ekspert Rule of Law Index, World Justice Project untuk Indonesia, Erwin Natosmal Oemar, mengatakan tidak terkejut dengan kasus OTT terhadap hakim.
Ia menanggapi operasi tangkap tangan (OTT) terhadap seorang hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya oleh KPK yang diduga terkait kasus suap penanganan perkara.
"Saya tidak terkejut dengan OTT terhadap hakim," ujarnya dalam keterangan kepada wartawan, Kamis, 20 Januari 2022.
Baca Juga: UPDATE OTT Langkat! 7 Orang Dibawa KPK ke Jakarta, Ini Rinciannya
Tim penindakan KPK menangkap hakim dan panitera Pengadilan Negeri Surabaya serta pengacara dalam OTT yang digelar pada Rabu 19 Januari 2022
Menurut Erwin Natosmal Oemar, sudah banyak survei yang menyatakan bahwa kondisi peradilan di Indonesia sangat parah.
Misalnya, kata dia, hasil Rule of Law Index World Justice Project 2021, di isu korupsi Indonesia nomor dua paling buncit di Asia Pasifik (14/15).
Dan jika dilihat lebih dalam, salah satu faktor terendahnya adalah judicial corruption (korupsi lembaga peradilan).
"Problemnya, selama ini masalah korupsi peradilan ini tidak pernah diselesaikan secara tuntas. Padahal dari data KPK terlihat bahwa hakim dan perangkat peradilan merupakan aktor terbanyak menyumbang korupsi peradilan," jelasnya.
Menurut Erwin, sampai sekarang belum ada upaya struktur untuk merespon permasalahan korupsi peradilan dengan serius.
Bahkan Komisi Yudisial (KY) pun tidak bisa masuk karena wewenangnya terbatas hanya mengawasi hakim.
"Padahal ada aktor-aktor lain yang bermain, seperti panitera. Namun kita tidak pernah serius mengevaluasi problem ini dengan tuntas. Akibatnya reformasi peradilan jalan di tempat," jelasnya.
Sementara itu, Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, mengatakan pihaknya masih memeriksa tiga orang yang terjaring OTT KPK di PN Surabaya.
"Nanti perkembangannya akan disampaikan," ujarnya. ***