5 Momen Kebangkitan Terhebat dan Bersejarah di Olahraga Dunia, Salah Satunya Terjadi di Stadion GBK

9 Desember 2021, 00:23 WIB
5 Momen Kebangkitan Terhebat dan Bersejarah di Olahraga Dunia, Salah Satunya Terjadi di Stadion GBK /IG @leicester_city_2015_2016

JURNAL MEDAN - Orang-orang yang tidak menyukai olahraga mungkin pernah bertanya kepada penggemar olahraga, "Apa sih intinya jadi atlet/fans olahraga? berkontribusi kepada kemajuan dunia saja tidak.”

Well, setiap kompetisi olahraga memiliki cerita tersendiri yang dapat menghibur para fansnya. Cerita tersebut dapat berupa kebangkitan, kejatuhan, kemenangan, suka dan duka, dll.

Cerita-cerita ini mungkin tidak berdampak apa-apa terhadap hal-hal seperti sains atau teknologi, tetapi para penggemar olahraga pasti akan dapat belajar banyak dari cerita-cerita tersebut dan hal itu dapat membantu mereka untuk menciptakan visi dalam kehidupan mereka.

Baca Juga: Pelanggar Hak Cipta di Indonesia Ugal-ugalan, Agensi Raksasa Korea SM Entertainment Beri Peringatan Keras

Berikut ini momen kebangkitan yang tidak dapat dilupakan oleh para penggemar olahraga di dunia. kisah mereka dapat menjadi pelajaran bagi setiap orang yang ingin bangkit dari keterpurukan.

Jamie Vardy Havin’ a Party (Leicester City, EPL Musim 2015/16)

Kesuksesan Leicester City merebut trofi Liga Inggris 2016 menjadi sebuah kabar menggembirakan yang mungkin tidak akan pudar dan akan selalu dibicarakan banyak orang.

Mengapa menggembirakan? Kondisi sepakbola dunia yang mulai dipengaruhi oleh kekuatan uang dan para pemenang yang itu-itu saja membuat kemenangan Leicester City sebagai suatu hal yang sangat ditunggu-tunggu.

Tim yang baru saja naik ke kelas tertinggi dua tahun dan hampir terdegradasi setahun sesudahnya sama sekali tidak diperhitungkan di awal musim.

Baca Juga: WOW! Harga Kalung dan Tas Anjing Artis Bollywoof Priyanka Chopra Selangit, Diajak Rekreasi Hingga Ikut Syuting

Dan ketika mereka mulai mengeluarkan tajinya, masih banyak orang-orang, termasuk pakar sepakbola, yang meragukan nasib Leicester musim ini. Tidak salah kalau kemenangan mereka menjadi sesuatu yang menakjubkan.

Leicester memiliki beberapa keberuntungan selama menjalani turnamen ini. Jadwal yang ramah termasuk salah satunya.

Leicester tidak memiliki jadwal diluar EPL yang padat dan pengurutan lawan untuk Leicester bisa dibilang lebih menguntungkan dibandingkan tim-tim lainnya.

Keuntungan ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh Leicester. Strategi rotasi pemain yang dilakukan oleh manajer Claudio Ranieri tidak dapat diduga oleh lawan-lawan mereka.

Baca Juga: Potret Awet Muda Aktris Bollywood Karisma Kapoor dan Kareena Kapoor, Kakak Adik Bak Pinang Dibelah Dua

Ranieri juga melakukan transfer pemain yang sangat cerdas. Hal ini membuktikan bahwa kebangkitan mereka tidak hanya didukung oleh keberuntungan, namun juga oleh kemampuan mereka.

Keajaiban dari Bern (Jerman Barat, FIFA World Cup 1954)
Jerman Barat, yang pada tahun 1954 bukan merupakan kekuatan sepakbola yang besar seperti sekarang.

Secara mengejutkan Jerman Barat memenangkan pertandingan final Piala Dunia dan mendapatkan Piala Jules Rimet, mengalahkan Hungaria yang merupakan tim terhebat pada saat itu dan diperkuat oleh Ferenc Puskás, pemain terhebat dunia yang beberapa tahun kemudian menjadi pemain kunci Real Madrid.

Momen kemenangan ini diabadikan oleh berbagai media dengan nama “Das Wunder von Bern” (Keajaiban dari Bern) karena kemenangan Jerman Barat ini sangat tidak diduga dan dianggap sebagai sebuah keajaiban.

Baca Juga: 6 Potret Kevin Sanjaya dengan Gaya Baru Menggunaka Headband yang Membuat Kaum Hawa Histeris

Kemenangan Jerman Barat ini bukan sepenuhnya karena keajaiban. Hujan deras yang mewarnai hari pertandingan menjadi salah satu faktor pendukung Jerman Barat karena kapten Jerman Barat, Fritz Walter, merupakan salah satu dari sedikit pemain di dunia yang ahli dalam bermain dan berkomando dibawah kondisi hujan.

Selain itu Jerman Barat memiliki pasokan sepatu khusus yang cocok untuk dipakai untuk berbagai cuaca, termasuk hujan deras. Sepatu-sepatu tersebut diciptakan oleh Adolf Dassler, otak dari merek Adidas.

Kemenangan Jerman Barat ini menjadi sebuah momen yang membangkitkan Jerman Barat dalam berbagai aspek, setelah kekalahan di Perang Dunia II menjatuhkan jiwa nasionalisme dan persatuan mereka.

Kemenangan ini juga menjadi kemenangan pertama, dan bukan yang terakhir, Jerman Barat dalam sepakbola. Ini merupakan salah satu contoh dimana olahraga menjadi sumber kekuatan sebuah negara.

Baca Juga: Belajar dari Edelenyi Laura Anna: Betapa Bodoh Seorang Bucin, Menjadi Tolol dan Hancur Saat Diputuskan

Kebangkitan Singa Mesopotamia (Iraq, AFC Asian Cup 2007)
Iraq merupakan salah satu tim yang kuat dalam kompetisi AFC Asian Cup 2007, terbukti dengan hanya kebobolan dua gol dan tidak pernah kalah selama masa kompetisi.

Walaupun begitu, Iraq tidak dianggap akan menjadi sang juara melihat lawan mereka di final adalah Arab Saudi, tim yang sudah pernah merasakan atmosfer Piala Dunia dan juga memiliki langkah yang mulus selama turnamen.

Status mereka sebagai underdog dalam final Asian Cup tidak menghalangi fakta bahwa mereka adalah tim yang difavoritkan para penonton untuk menang dalam turnamen tersebut.

Mengingat Iraq sedang dalam kondisi penuh konflik dan tumpah darah, sehingga banyak orang berharap mereka menjadi pemegang trofi agar rakyat Iraq bisa merasakan perasaan bahagia ditengah kelamnya keadaan mereka pada saat itu.

Baca Juga: Profil Dejan Ferdinansyah dan Serena Kani, yang Tetap Tampil Kejuaraan Dunia 2021 Meski Indonesia Resmi Mundur

Kepercayaan para penonton dan keinginan rakyat Iraq untuk menang memotivasi skuad asuhan Jorvan Vieira untuk merebut piala Asia, dan pada akhirnya kepercayaan tersebut dibayar dengan mantap oleh para pemain Iraq.

Stadion Gelora Bung Karno menjadi saksi dimana Iraq berhasil mengalahkan Arab Saudi dan mendapatkan piala internasional yang pertama setelah sang kapten Younis Mahmoud berhasil menciptakan gol dari umpan sudut yang tidak dapat dibalas oleh Arab Saudi.

Strategi counter-attack yang dilancarkan para pemain Iraq selama pertandingan menjadi kunci kemenangan mereka. Hasil ini disambut rakyat Iraq dengan suka cita dan banyak media massa yang menobatkan momen ini sebagai momen terindah dan sebuah kebangkitan yang muncul dikala keterpurukan.

Para pemain yang mewakili Iraq pada turnamen ini dianggap sebagai “golden generation” dalam sepakbola Iraq.

Baca Juga: 7 Potret Aduhai Drashti Dhami Pemeran Nandini Si 'Pelakor' di Serial Silsila ANTV, Cantiknya Nggak Ada Obat!

Sang Cinderella (James J. Braddock, Tinju kelas berat, 13 Juni 1935)
James J. Braddock, seorang petinju kelas berat yang dianggap telah melewati masa keemasannya, berhasil memenangkan gelar juara tinju kelas berat di tahun 1935 setelah mengalahkan Max Baer, petinju yang terkenal pada saat itu.

Kemenangan Braddock sangat tidak diduga karena status Braddock yang hanya menjadi petinju pengganti setelah petinju yang seharusnya berhak menantang Baer mengalami cedera, dan Baer sedang dalam kondisi terbaiknya.

Salah satu alasan mengapa Braddock bisa mengalahkan Baer adalah karena Braddock sangat berlatih keras untuk pertandingan ini dan Baer sama sekali tidak berniat untuk melakukan latihan.

Ditambah dengan status Baer sebagai seorang selebriti yang juga harus mengikuti acara hiburan membuat Baer kehilangan fokus terhadap pertandingan yang merenggut gelar tinjunya.

Baca Juga: Segera Aktivasi Rekening Deadline Tanggal 15 Desember 2021, Begini Cek Penerima BSU

Sebelum pertandingan melawan Baer, Braddock sudah membuat kejutan dengan mengalahkan beberapa petinju muda yang secara fisik dan persiapan lebih unggul di pertandingan sebelumnya, dan kemudian dijuluki sebagai “The Cinderella Man” karena berhasil menang walaupun diperkirakan akan kalah.

Hal ini membuat banyak orang mulai mendukung Braddock, terutama orang-orang yang menjadi miskin karena Depresi Besar yang dimulai di tahun 1929 dan berakibat buruk terhadap perekonomian dunia.

Berbicara tentang Depresi Besar, Braddock merupakan salah satu korban dari era yang dianggap sebagai salah satu masa tergelap dalam sejarah dunia ini.

Braddock harus menghidupi istri dan ketiga anaknya dengan bekerja menjadi buruh pelabuhan setelah cedera tangan mengharuskannya untuk absen di dunia tinju.

Baca Juga: Lirik Lagu Dan Chord Gitar Madiun Ngawi – Denny Caknan Feat Yeni Inka ‘Trending 1 Youtube Musik’

Setelah memulai karir tinjunya kembali dengan kejutan, para buruh yang memiliki nasib yang sama dengan Braddock menjadi pendukung setia yang selalu hadir di setiap pertandingan Braddock, harfiah maupun kiasan.

Kemenangan Braddock sebagai juara tinju bukan hanya membangkitkan moral Braddock, namun juga orang-orang yang menaruh harapan kepadanya.

Broken Freakin’ Neck (Kurt Angle, Olimpiade 1996 cabang gulat)
Kurt Angle, yang terkenal sebagai pegulat professional yang dihormati oleh fans dan sesama pegulat pro, pernah mewakili Amerika Serikat dalam Olimpiade 1996 di Tokyo dan mendapatkan medali emas setelah menang atas pegulat Iran, Abbas Jadidi.

Kurt Angle tidak difavoritkan untuk menang di partai final karena selain status Iran yang terbilang “jago” dalam urusan gulat, Angle juga sedang dalam masa pemulihan setelah mengalami cedera patah tulang leher dan hernia ketika menghadapi masa seleksi Olimpiade.

Baca Juga: Kisah Pencari Keadilan Edelenyi Laura Anna, Mengaku Bucin Hingga Pasrah Setelah Diputuskan Gaga Muhammad

Sebelum masa seleksi, Kurt Angle telah mengalami kesusahan setelah tim pembina pegulat yang dia ikuti, Foxcatcher, bubar setelah sang pelatih, Dave Schultz, dibunuh oleh pemilik Foxcatcher sendiri yaitu John du Pond (tragedi ini diabadikan melalui film Foxcatcher (2014)).

Angle harus bersusah payah mencari sponsor sebelum diterima di Dave Schultz Wrestling Club, tim pembina yang merupakan tribute untuk sang pelatih. Tekad untuk melanjutkan perjuangan sang mendiang pelatih merupakan motivasi utama Angle untuk memenangkan emas pada Olimpiade tersebut. ***

Editor: Arif Rahman

Tags

Terkini

Terpopuler