JURNAL MEDAN - Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) Arief Poyuono meminta Presiden Jokowi menghapus pungutan ekspor CPO.
Arief Poyuono mengatakan pungutan ekspo CPO yang mencapai 55 persen dari harga Ekspor CPO telah membebani petani sawit.
Ia menilai pungutan ekspor itu tidak perlu lagi mensubsidi industri biodiesel karena harga CPO sudah lebih mahal dari Crude Oil (minyak fosil).
Dalam keterangannya Arief juga menyinggung soal tata kelola CPO dan turunannya telah menyebabkan nasib para petani plasma sawit yang jumlahnya puluhan juta menderita.
Sementara stakeholder industry sawit makin tidak jelas keberlangsungannya dalam mencari penghidupan dari sektor industry sawit di negara yang menjadi penghasil CPO terbesar di dunia.
"DMO dan DPO harus dicabut karena mempersulit ekspor CPO yang mana akhirnya menyebabkan over stock di tangki-tangki penimbunan CPO di pabrik pabrik kelapa sawit," ujar Arif Poyuono dalam keterangan yang diterima Jurnal Medan, Kamis, 7 Juli 2022.
Arief menjelaskan, semua kebijakan ini memberatkan kehidupan petani sawit karena pungutan ekspor CPO yang mencapai 55% dan aturan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
Baca Juga: Kebun Sawit Saksi Bisu Perkosaan Bergilir 5 Pemuda Terhadap Seorang Siswi SMP di Serdang Bedagai