Nah! Ini Cara Jitu Mendapat Malam Lailatul Qadar, Dijamin Nggak Meleset

23 April 2021, 17:08 WIB
Ilustrasi Malam Lailatul Qadar. // Pexels / Konevi /

JURNAL MEDAN – Memasuki sepuluh hari terakir Ramadan, banyak orang berlomba-lomba untuk meraih malam lailatul qadar (malam lebih baik dari 1000 bulan). Selama ini orang beranggapan Lailatul Qadar itu ada pada malam-malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadan sehingga seringkali masjid dan mushala penuh pada malam-malam ganjil tersebut.

Padahal seperti ini tidaklah tepat. Karena malam genap pun bisa terjadi lailatul qadar. Mengapa bisa? Perhatikan penjelasan berikut dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan Lailatul qadar sudah diketahui di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Inilah yang disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau,

Baca Juga: Cerita Sutradara Saat Pembuatan Film 'Tarian Lengger Maut': Bebannya Sangat Besar

هِيَ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Malam lailatul qadar terjadi pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Malam tersebut lebih mungkin ditemukan pada malam ganjil.

Akan tetapi, ganjil tersebut bisa dihitung dari awal bulan, maka malam yang dicari adalah malam ke-21, 23, 25, 27, dan 29. Namun bisa jadi pula lailatul qadar dihitung dari malam yang tersisa. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لِتَاسِعَةٍ تَبْقَى لِسَابِعَةٍ تَبْقَى لِخَامِسَةٍ تَبْقَى لِثَالِثَةٍ تَبْقَى

Bisa jadi lailatul qadar ada pada sembilan hari yang tersisa, bisa jadi ada pada tujuh hari yang tersisa, bisa jadi pula pada lima hari yang tersisa, bisa juga pada tiga hari yang tersisa” (HR. Bukhari).

Oleh karena itu, jika bulan Ramadhan ternyata 30 hari, berarti malam ketiga puluh adalah malam yang menggenapi. Jika dihitung dari hari terakhir, malam ke-22 berarti sembilan hari yang tersisa. Malam ke-24 berarti tujuh hari yang tersisa. Inilah yang ditafsirkan oleh Abu Sa’id Al Khudri dalam hadits shahih. Inilah yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa memilah-milah hari ganjil dan genap.

Baca Juga: Ramalan Zodiak 24 April 2021: Cancer Bakal Menghadapi Pilihan Sulit, Leo Ikuti Kata Hatimu

Jika bulan Ramadhan ternyata 29 hari, maka berarti hitungan malam dari awal dan akhir Ramadhan itu sama.

Jika memang maksudnya seperti di atas, maka sudah sepatutnya bagi setiap mukmin mencari lailatul qadar di keseluruhan dari sepuluh hari yang ada (tanpa memilah-milah mana yang ganjil dan genap, -pen). Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

تَحَرَّوْهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ

Bersemangatlah mencari lailatul qadar di sepuluh hari terakhir” (HR. Bukhari dan Muslim). Akan tetapi, pada malam ke-27 lebih sering terjadi. Kenyataannya demikian sebagaimana Ubay bin Ka’ab itu bersumpah bahwa lailatul qadar terjadi pada malam ke-27.

Ada yang bertanya padanya, “Dari mana engkau bisa tahu bahwa lailatul qadar terjadi pada malam tersebut?” “Yaitu dari ayat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kabarkan pada kami bahwa pagi harinya matahari akan terbit dengan sinar yang tidak begitu menyorot”, jawab Ubay.

Baca Juga: Bagaimana Ramalan Zodiak Karir dan Pekerjaan Hari Ini 24 April 2021? Yuk Simak Prediksinya

Demikian fatwa dari Abul ‘Abbas Ahmad bin ‘Abdil Halim Al Harroni yang ma’ruf dengan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 25: 284-285.


Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Demikian pula para sahabatnya ketika memasuki 10 malam terakhir mereka bisa dikatakan tidak tidur diwaktu malamnya. Mereka menggunakan waktu siang untuk istirahatnya dan ketika malam mereka gunakan untuk memperbanyak ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Baca Juga: USU Raih Peringkat 15 Perguruan Tinggi di Indonesia versi THE Impact Rankings, Rektor: Alhamdulillah

Doa yang diajarkan Rasulullah

Hadits yang membicarakan doa ini adalah sebagai berikut.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ  قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu jika saja aku tahu bahwa suatu malam adalah malam lailatul qadar, lantas apa doa yang mesti kuucapkan?”

Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berdoalah: allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ’annii (artinya: Ya Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf—menghapus kesalahan–, karenanya maafkanlah aku—hapuslah dosa-dosaku–).” (HR. Tirmidzi, no. 3513 dan Ibnu Majah, no. 3850. Abu ‘Isa At-Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan sahih. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Baca Juga: Maling Nekat Masuk Ruang Isolasi Covid-19, Curi Uang Pasien Rp700 Ribu, Laptop dan Ponsel Tak Diambil

Perbedaan Al-Afwu dan Al-Maghfirah

Keduanya kalau mau diterjemahkan hampir sama, yaitu ampunan.

  • Al-‘afwu ini ada dalam doa:

Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni (artinya: Ya Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf—menghapus kesalahan–, karenanya maafkanlah aku—hapuslah dosa-dosaku–)

  • Al-maghfirah itu ada dalam kalimat:

Astagh-firullah (artinya: Aku memohon ampunan kepada Allah).

Imam Abu Hamid Al-Ghazali rahimahullah mengatakan,

الْعَفوّ : هُوَ الَّذِي يمحو السَّيِّئَات ، ويتجاوز عَن الْمعاصِي ، وَهُوَ قريب من الغفور ، وَلكنه أبلغ مِنْهُ، فَإِن الغفران يُنبئ عَن السّتْر، وَالْعَفو يُنبئ عَن المحو، والمحو أبلغ من السّتْر

“Al-‘afuwwu (Maha Memberikan Maaf) artinya Allah itu menghapuskan kesalahan-kesalahan dan memaafkan maksiat yang diperbuat. Kata al-‘afuwwu (Maha Memberikan Maaf) dengan kata al-ghafur (Maha Pengampun) hampir semakna, namun makna al-‘afuwwu lebih luar biasa kandungannya.

Baca Juga: Ngerinya Covid-19 di India: RS Penuh, Kehabisan Oksigen, Kremasi Massal, dan 1 Kematian Per 5 Menit

Karena al-ghufraan (pengampunan dosa) yang dimaksud adalah menutupi dosa, sedangkan al-‘afwu yang dimaksud adalah menghapus dosa. Menghapus dosa tentu saja lebih luar biasa kandungan maknanya dibanding dengan menutupi dosa.” (Al-Maqshad Al-Asna, hlm. 140)

Akan tetapi, ada pendapat lainnya yang menyatakan bahwa makna al-maghfirah (mengampuni) lebih luar biasa dibanding al-‘afwu (memaafkan, menghapus). Al-maghfirah bermakna menutupi, menggugurkan hukuman, dan meraih pahala. Sedangkan al-‘afwu tidak berakibat menutupi dosa dan meraih pahala.***

Editor: Arif Rahman

Tags

Terkini

Terpopuler