Kisah Para Sahabat Dalam Meraih Surga (8): Abu Dzar al-Ghifari, Dari Perampok Menjadi Sahabat Nabi

28 April 2021, 17:17 WIB
Ilustrasi para sahabat Rasulallah /Tim Jurnal Medan 2

JURNAL MEDAN – Laki-laki kurus berkulit sawo matang, rambut dan jenggot putih  bernama Abu Dzar al-Ghifari. Nama lengkapnya Jundub bin Junadah al-Ghifari, dan ibunya bernama Ramlah binti al-Waqi’ah al-Ghifariyah.

Abu Dzar dilahirkan dari Kabilah Ghifar. Sebuah kabilah yang terletak antara Mekah dan Madinah. Kabilah ini terkenal sebagai perampok. Mereka adalah begal bagi para musafir dan pedagang. Mereka merampas harta dengan paksa dan kekuatan. Abu Dzar adalah salah seorang dari mereka. Bahkan ia lebih hebat lagi.

Terkadang ia membegal sendirian tanpa rombongan. Dia sergap orang-orang dengan kudanya mereka di kegelapan pagi. Atau bahkan tanpa tunggangan sekalipun. Seakan ia hewan buas yang menerkam. Ia lepaskan korbannya dalam kondisi hidup. Namun ia rampok apapun yang ia inginkan.

Baca Juga: Antigen Kualanamu Diduga Bekas Pakai Orang, Jansen Sitindaon Senggol Akun Erick Thohir: Gawat Ini Kampung Awak

Meskipun begitu, Abu Dzar -- seorang yang percaya dengan Tuhan. Abu Dzar radhiallahu ‘anhu berkata, “Suatu hari Abu Bakar memegang tanganku. Ia berkata, ‘Abu Dzar’! ‘Iya, Abu Bakar’, jawab Abu Dzar. ‘Apakah engkah menyembah Tuhan di masa jahiliyah’? tanya Abu Bakar. Abu Dzar menjawab, ‘Iya.

Aku teringat dulu berdiri saat matahari terbit. Aku senantiasa shalat sampai aku merasa kepanasan. Lalu aku menyungkurkan diri seakan tersembunyi’. Abu Bakar kembali bertanya, ‘Ke arah mana engkau menghadap’? ‘Tidak tahu. Ke arah mana saja Allah hadapkan. Hal itu terus kulakukan sampai aku memeluk Islam’.”

Di masa jahiliyah, Abu Dzar mengucapkan laa ilaaha illallah. Dan dia tidak menyembah berhala.

 Baca Juga: Indah Nian Pariwisata Sumut, Dubes Ceko Sampai Terheran-heran: Mungkin Kita Bisa Bangun Hotel

Satu Kabilah Masuk Islam

Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, Abu Dzar radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku adalah seorang yang berasal dari Ghifar. Lalu, sampai kabar kepada kami bahwa ada seorang laki-laki di Mekah mengaku sebagai nabi. Aku berkata pada saudaraku, ‘Temuilah orang itu. Lalu kabarkan padaku tentang dia’.

Saudaraku pun berangkat. Kemudian ia kembali. Aku berkata, ‘Kabar apa yang kau bawa’? Ia menjawab, ‘Demi Allah, aku melihat seseorang yang mengajak kepada kebaikan dan melarang kejahatan’. ‘Kabarmu itu tidak cukup memuaskanku’, kataku padanya.

Aku pun mengambil kantong (semacam tas untuk safar) dan tongkat. Kemudian berangkat ke Mekah, padahal aku tidak tahu orang yang mengaku nabi itu yang mana. Namun aku tidak mau bertanya yang mana orangnya. Aku minum air zamzam dan tinggal di masjid.

Lalu Ali bin Abu Thalib lewat menemuiku. Ia berkata, ‘Sepertinya kau ini orang asing’? ‘Iya’, jawabku. ‘Mari tinggal di rumahku’, katanya. Aku pun pergi bersamanya. Dia tidak bertanya apapun padaku dan aku juga tak memberi tahunya tujuanku. Saat pagi tiba, aku pergi ke masjid untuk bertanya tentang orang yang mengaku nabi itu. Namun tak ada seorang pun yang memberi tahuku tentangnya.

Baca Juga: Tiga Pesan UAS Soal Rakyat Galang Donasi Beli Kapal Selam, UAS Juga Ingatkan Asal TNI dari Rakyat

Aku bertemu lagi dengan Ali. Ia berkata, ‘Apakah kau sudah tahu mau tinggal dimana? ‘Belum’, jawabku. ‘Kalau begitu tinggallah lagi bersamaku’, katanya. Ali bertanya, ‘Apa keperluanmu dan mengapa datang ke Mekah’? Kukatakan padanya, ‘Jika kau rahasiakan, akan aku beri tahu’. ‘Aku akan merahasiakannya’, jawabnya. ‘Sampai kabar kepada kami bahwa di sini ada seorang yang mengaku sebagai nabi.

Lalu aku utus saudaraku untuk berbicara dengannya. Saat dia kembali, dia membawa kabar yang tidak memuaskanku. Aku pun ingin menemuinya’, kataku. Ali berkata, ‘Engkau seorang yang mendapat petunjuk. Aku akan berjalan menuju tempatnya. Ikuti aku. Masuklah di tempat aku masuk. Kalau sampai ada yang seseorang yang melihatmu, aku khawatir melakukan sesuatu padamu’.

Aku akan berdiri di dinding pura-pura memperbaiki sendalku. Lalu pergilah. Ali pun pergi, lalu aku membututinya. Sampai ia masuk ke tempat nabi, dan aku pun masuk. Saat bertemu nabi, aku berkata, ‘Sampaikan Islam padaku’. Beliau pun menyampaikannya. Lalu saat itu juga aku memeluk Islam. Nabi berkata, ‘Abu Dzar, rahasiakanlah keislamanmu ini. Pulanglah ke negerimu. Kalau engkau sudah mendengar kekuatan kami, barulah datang lagi’.

Aku berkata, ‘Demi yang mengutusmu dengan kebenaran, aku akan meneriakkan hal ini di tengah-tengah mereka’. Abu Dzar pergi menuju masjid. Saat itu Quraisy tengah berkumpul di sana. Ia berkata, ‘Hai orang-orang Quraisy, sungguh aku bersaksi tidak ada Tuhan yang benar kecuali Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya’.

Baca Juga: Resmi Diluncurkan, Begini Tampang Sangar Yamaha MT-15 Terbaru

Mereka berkata, ‘Ayo tangkap orang murtad ini’!! Merekapun menghampiriku dan memukuliku untuk membunuhku. Lalu Abbas datang mengangkatku yang tengah tersungkur. Ia berkata kepada Quraisy, ‘Celaka kalian ini! Kalian mau membunuh seorang dari Ghifar?! Sementara jalur perdagangan kalian melewati perkampungan orang-orang Ghifar’! Mereka pun berhenti memukuliku.

Abu Dzar memeluk Islam setelah empat orang memeluk Islam. Artinya, dia orang yang kelima. Sehingga ia pun menempati kedudukan yang tinggi di tengah para sahabat. Di masa keislamannya, Nabi mempersaudarakannya dengan al-Mundzir bin Amr. Seorang sahabat yang berasal dari Bani Sa’adah. Al-Mundzir adalah seseorang pemberani yang mengejar mati syahid.

Pengaruh Nabi Pada Diri Abu Dzar

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki pengaruh yang kuat bagi para sahabatnya. Termasuk Abu Dzar radhiallahu ‘anhu. Abu Dzar termasuk orang yang lama bersahabat dengan nabi. Sehingga banyak hal yang ia teladani dari manusia paling utama itu. Dari Hatib, Abu Dzar berkata, “Tidak ada sesuatu pun yang ditinggalkan Rasulullah yang dimasukkan Jibril dan Mikail ke dada beliau, kecuali juga beliau masukkan di dadaku.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Wahai Abu Dzar, maukah engkau ku-ajarkan beberapa kalimat yang dengannya engkau bisa menyusul orang yang telah mendahuluimu dan orang yang di belakangmu tidak dapat mengejarmu kecuali mereka mengerjakan apa yang kau kerjakan”? Abu Dzar menjawab, “Tentu, Rasulullah.”

Baca Juga: Tips Mengelola THR dengan Bijak dan Cerdas. Ingat! Sekarang Masa Pandemi

Beliau bersabda, “Engkau bertakbir tiga puluh tiga kali setiap selesai shalat. Bertahmid tiga puluh tiga kali. Bertasbih tiga puluh tiga kali. Dan tutup dengan ucapan LAA ILAAHA ILLALLAAHU WAHDAU LAA SYARIIKALAHU, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU WA HUWA ‘ALAA KULLI SYAI-IN QADIIR (tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, milik-Nya seluruh kerajaan, dan bagi-Nya segala puji dan Dia Maha Mampu melakukan segala sesuatu) niscaya dosa-dosanya akan diampuni walaupun sebanyak buih lautan.” (Sunan Abu Daud, No: 1286).

Zuhud dan Sederhana

Ada seseorang berkata pada Abu Dzar radhiallahu ‘anhu, “Apakah engkau tidak tertarik menguasai suatu wilayah seperti Thalhah dan az-Zubair”? Ia menjawab, “Apa yang akan kulakukan dengan menjabat pemimpin? Cukup bagiku setiap hari dengan tegukan air, nabidz (air kurma), atau susu. Dan setiap pekannya satu takaran gandum.”

Abu Dzar berkata, “Di zaman Rasulullah, makananku hanyalah satu sha’ kurma. Dan aku tidak tertarik menambahnya hingga aku bertemu dengan Allah (wafat).”
Rasulullah memuji Abu Dzar,

ما تُقِلُّ الغبراءُ ولا تظلُّ الخضراءُ من ذي لهجةٍ أصدَقَ ولا أوفى من أبي ذَرٍّ شبيهِ عيسى ابنِ مريمَ فقامَ عمرُ بنُ الخطَّابِ فقالَ يا رسولَ اللَّهِ فنعرِفُ ذلكَ لهُ قالَ نعم فاعرِفوهُ لَهُ

Baca Juga: Profil Lengkap Bahlil Lahadalia yang Kabarnya Akan Dilantik Presiden Jokowi Jadi Menteri Investasi

“Tidaklah ada di atas bumi dan di bawah kolong langit ini seorang yang lebih jujur ucapannya dan lebih memenuhi janji dari Abu Dzar. Ia mirip dengan Isa bin Maryam (dalam zuhud dan tawadhu’).” Umar berdiri dan menanggapi, “Wahai Nabi Allah, apakah kita mengetahui kedudukan tersebut untuknya”? Nabi menjawab, “Iya, ketauhilah untuknya.” (HR. at-Turmudzi 3802).

Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Saat Rasulullah berjalan menuju Tabuk. Sebagian orang tidak turut serta dalam pasukan. Para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah, si Fulan tidak ikut’. Beliau menjawab, ‘Biarkan saja. Kalau pada dirinya ada kebaikan, Allah akan menyusulkannya menuju kalian. Kalau memang dia orang yang buruk, Allah membuat kalian nyaman dengan ketidak-kehadirannya’.

Saat itu Abu Dzar kesal, ia mencela hewan tunggangannya. Saat si hewan semakin menghambatnya, ia ambil barang-barangnya dan ia pikul di pundaknya. Lalu berangkat jalan kaki mengikuti Rasulullah.

Rasulullah berhenti di suatu tempat. Lalu ada seseorang yang melihat dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, ada seseorang yang tengah berjalan’. Rasulullah berkata, ‘Mudah-mudahan itu Abu Dzar’. Setelah diamati, para sahabat mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, benar itu Abu Dzar’. Rasulullah bersabda,

Baca Juga: Reshuffle Kabinet: Dilantik Hari Ini, Bahlil Lahadalia Dikabarkan akan Jadi Menteri Investasi

رحم الله أبا ذَرّ، يمشي وحده، ويموت وحده، ويبعث وحده

“Semoga Allah merahmati Abu Dzar. Dia berjalan sendirian. Wafat dalam kondisi sendirian.

Abu Dzar al-Ghifari radhiallahu ‘anhu wafat di pengasingan di Rabadzah pada tahun 32 H/652 M. Dan ini sekaligus membuktikan mukjizat kerasulan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda tentang Abu Dzar,

رحم الله أبا ذَرّ، يمشي وحده، ويموت وحده، ويبعث وحده

“Semoga Allah merahmati Abu Dzar. Dia berjalan sendirian. Wafat dalam kondisi sendirian. Dan dibangkitkan sendirian.”.***

Editor: Arif Rahman

Tags

Terkini

Terpopuler