Bukan hanya kisah cinta, film ini juga menjelajahi kompleksitas individu para karakter beserta idealisme dan trauma yang mereka miliki, dan aspek-aspek tersebut diperlihatkan dengan bagus dan tidak asal-asalan.
Marthino Lio (Ajo Kawir), Ladya Cheryl (Iteung), Reza Rahadian (Budi Baik), dan aktor-aktor lain yang berperan di film ini sangat bermain dengan bagus dan tidak ada satu aktor pun yang terlihat mengecewakan di film ini.
Perlu diketahui bahwa film ini bisa dianggap sebagai “homage” untuk film-film Indonesia di tahun 70 dan 80an, sehingga penonton akan banyak melihat dialog yang sangat kaku dengan bahasa yang sangat formal.
Hal ini bukanlah ketidaksengajaan, karena memang sang sutradara menginginkan dialog dan adegan yang biasa terlihat di film era lampau.
Bisa dikatakan bahwa Edwin sebagai sutradara film ini sukses membawa vibe film era 80an ke film yang dia sutradarai ini.
Salah satu aspek lain yang patut diperhatikan di film “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” adalah bagaimana film ini dapat menggambarkan setting waktu dan tempat dengan ciamik.
Film ini berlatar di suatu daerah pada akhir 1980an. Gaya busana para karakter, cara mereka berdialog, dan detail-detail lain di film ini sangat terasa 80an.
Selain itu, film ini juga membawa isu-isu yang biasa dibahas di tahun tersebut, seperti penggunaan pil KB untuk pengendalian angka lahir, serta kekuasaan orde baru di bawah presiden Soeharto.