JURNAL MEDAN - Sejumlah parpol protes dengan munculnya kemungkinan sistem Pemilu 2024 menggunakan proporsional tertutup.
Pada Jumat 30 Desember 2022 beberapa parpol menerbitkan rilis yang menyatakan kritikan terhadap rencana Pemilu 2024 dengan proporsional tertutup.
Partai Gelora melalui Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah mengatakan sistem proporsional tertutup yang lebih memilih parpol dengan menghilangkan caleg tidak demokratis.
"Ini sebenarnya tradisi komunis," kata Fahri dalam keterangan kepada wartawan, Jumat, 30 Desember 2022.
Menurut dia usulan proporsional tertutup sebagai wake up call bahwa ada pihak-pihak atau partai yang ingin mempertahankan kekuasaan lebih lama.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam keterangannya mengatakan sistem proporsional tertutup merupakan upaya pengkhianatan terhadap demokrasi.
Sistem proporsional tertutup hanya menguntungkan elit partai. Kompetisi kader partai bukan lagi memenangkan pikiran dan hati rakyat.
"Tapi mendekati dan merayu elit partai," demikian keterangan PSI.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan sistem proporsional terbuka, justru menyebabkan liberalisasi politik.
Kata dia, calon terpilih dengan proporsional terbuka lebih digerakkan paham individu yang mengedepankan popularitas diri dan kerap tidak berkorelasi dengan kapasitas menjalankan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
"Menurut konstitusi, peserta Pemilu Legislatif adalah Partai Politik, bukan orang per orang," kata Hasto dalam keterangannya, Jumat, 27 Desember 2022.
Pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Aditya Perdana menilai sistem proporsional terbuka saat ini masih yang terbaik.
Keterbukaan mendorong pemilih lebih mudah mengenali dan mencari tahu latar belakang caleg di dapilnya.
Sebaliknya, Caleg pun akan berusaha secara konsisten memelihara dan merawat pemilihnya dengan berbagai kegiatan yang sudah dilakukan sebelumnya.
"Idealnya, sistem pemilu kita makin mendekatkan kepada pemilih, bukan malah semakin menjauhkan pemilih," kata Aditya Perdana dalam keterangan, Jumat, 30 Desember 2022.
Adapun agenda untuk mendorong pergantian sistem pemilu menurut Aditya sebaiknya ditunda atau ditahan hingga seluruh tahapan Pemilu 2024 dapat sepenuhnya dijalankan dengan baik.
Revisi UU Pemilu dan Pilkada dapat dibicarakan secara serius di tahun berikutnya 2025 dan seterusnya.
"Penyelenggara dan Pengawas Pemilu kemudian dapat fokus menyelenggarakan dan mengawasi tahapan pemilu dengan baik," kata direktur eksekutif lembaga riset Algoritma tersebut.***