Persentase Kendala Silon DPD Kecil, KPU: Bandingkan Dengan Pendaftaran Adhoc yang Relatif Lancar via SIAKBA

21 Januari 2023, 19:28 WIB
Diskusi yang digelar JPPR di Media Center Bawaslu RI, Jumat, 20 Januari 2023 /Dok. Istimewa

JURNAL MEDAN - Anggota KPU RI Mochammad Afifudin mengakui masih ada kendala dalam penggunaan sistem informasi pencalonan (Silon) DPD.

Namun jika dihitung persentase kendala Silon DPD secara keseluruhan, menurut Afifuddin, jumlahnya masih kecil jika dibandingkan dengan total seluruh pendaftar calon anggota DPD.

Sebagai perbandingan, Afifuddin mencontohkan pendaftaran anggota badan Adhoc KPU yang diikuti lebih banyak pendaftar ketimbang DPD melalui SIAKBA.

Baca Juga: Ketua Bawaslu Minta Anak-anak Muda PPI Jadi Influencer Pemilu 2024

Pendaftaran badan Adhoc dengan ruang lingkup dan peserta lebih luas dilakukan melalui platform digital Sistem Informasi Anggota KPU dan Badan Ad Hoc (SIAKBA).

"Kami akui ada persoalan teknis dalam proses-proses tersebut. Sekarang kita lihat datanya," kata Afifuddin dalam diskusi yang digelar Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Jumat, 20 Januari 2023.

Afif, sapaan akrabnya, mencoba memberikan data perbandingan. Rata-rata, kata dia, setiap provinsi setidaknya terdapat 20 laporan dan keluhan terkait Silon DPD.

Jumlah itu jika dipersentase sangat kecil dibandingkan dengan pendaftar secara keseluruhan.

Baca Juga: Survei PPI Italia: 94,6 Persen Pelajar dan Mahasiswa Indonesia di Luar Negeri Mengaku Ingin Ikut Pemilu 2024

Ambil contoh Jawa Timur yang mendapatkan sejuta pendaftar di Silon DPD.

Dari jumlah tersebut hanya 31 laporan terkait kendala dalam penggunaan Silon DPD di wilayah Jawa Timur.

Beberapa provinsi malah kendalanya lebih kecil seperti DKI Jakarta 3 calon, Jabar 6 calon, Sulsel 1 calon, Sulbar 3 calon, dan Papua sekitar 6 calon.

Selain kendala tersebut, para calon DPD juga mendapatkan fasilitas sengketa melalui mediasi ke Bawaslu provinsi. Mayoritas menemukan kata sepakat.

Baca Juga: Ini Deretan Modus Pelanggaran Dana Kampanye di Pemilu, KPU dan PPATK Siapkan Langkah Pencegahan

"Jadi kami istilahnya tidak tutup mata, tetapi frekuensi dan jumlah provinsi, misal, dari 38 (provinsi) tersebut, 6 provinsi (terkendala). Jadi ini bukan pembelaan, tapi biar data yang bicara," jelasnya.

Afif yang merupakan Anggota Bawaslu RI 2017-2022 membandingkan Silon DPD dengan pendaftaran jajaran Adhoc yang jumlahnya lebih banyak dan cakupan lebih luas melalui platform SIAKBA.

"Tahapan pendaftaran jajaran Adhoc ini yang menyebabkan ribuan bahkan ratusan ribu calon yang mendaftar. Alhamdulillah relatif lancar," kata Afif.

Melalui SIAKBA, KPU juga mendapatkan data berharga berupa siapa saja orang-orang yang mendaftar, termasuk dokumentasi secara lengkap.

Baca Juga: Jawaban Ketua KPU RI Soal Rekrutmen Tertutup Timsel Calon Anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten-Kota

"Dengan sistem ini kita punya dokumentasi atas siapa-siapa yang mendaftar dan seterusnya, sehingga pada saat ada tahap seleksi lanjutan, kita bisa melacak si A pernah daftar di sini, di sini, dan seterusnya," kata dia.

Afif mengatakan KPU menerima masukan semua pihak terkait sistem informasi sehingga terjadi memodernisasi dan keterbukaan data Pemilu.

"Kita berupaya semaksimal mungkin upaya digitalisasi ini mendukung akuntabilitas, aksesibilitas, kecepatan. Dulu yg namanya data ganda itu susah ditemukan, sekarang bisa. Ini karena sistemnya bekerja, kalo sistemnya tidak bekerja ya gak bisa," jelasnya.

Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengingatkan KPU terkait keterbukaan informasi melalui digitalisasi.

Baca Juga: KPU dan Bawaslu Beda Pendapat Terkait Sosialisasi, Pengamat Minta Arahannya Harus Jelas dan Tegas, Jangan Liar

Secara pribadi, Kaka belum melihat sebuah sistem informasi yang ideal dari KPU untuk melakukan revisi, koreksi, dan menyajikan secara benar.

"Maka kami sampai saat ini masih belum dapat melihat itu secara utuh," ujarnya.

Kaka juga menekankan peran Bawaslu dalam hal ini. Hingga kini ia belum melihat keterbukaan informasi publik sementara Bawaslu menanggapi isu ini dengan narasi.

"Saya berpikir peran Bawaslu seharusnya atas nama publik dengan dasar UU memberikan ruang atas keterbukaan informasi publik. Nah, ini yang saya belum lihat," ujarnya.***

Editor: Arif Rahman

Tags

Terkini

Terpopuler