Perpres Industri Miras Ditolak Berbagai Kalangan, Presiden Jokowi Dinilai Tak Aspiratif

- 1 Maret 2021, 14:00 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) Memberikan Perintah kepada Kapolri terkait UU ITE
Presiden Joko Widodo (Jokowi) Memberikan Perintah kepada Kapolri terkait UU ITE /Twitter/@jokowi

JURNAL MEDAN - Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menilai Perpres No. 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal tidak aspiratif.

Menurut dia, aspirasi tidak sesuai dengan masyarakat kebanyakan karena Perpres memberi kelonggaran investasi asing pada produksi minuman keras/beralkohol hingga kepada tingkat pengecer.

Langkah yang diambil Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka izin investasi untuk industri minuman keras (miras) di Bali, NTT, Sulawesi Utara, dan Papua, telah mengalami penolakan meluas dari berbagai pihak.

Baca Juga: Ziarah ke Makam Istri Ekonom Senior Prof Emil Salim, SBY: Roos Minnie Sosok Setia dan Peduli Kaum Perempuan

"Penolakan itu tidak hanya dari kalangan Islam, seperti Ormas Islam dan MUI. Wakil Ketua MPR, Jazilul Fawaid bahkan menilai Perpres Miras bertentangan dengan Pancasila," demikian keterangan pers Jamiluddin Ritonga, Senin, 1 Maret 2021.

Selain itu, menurut Jamiluddin, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) juga tegas menolak kebijakan Jokowi tersebut.

Bahkan MRP mengaku tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan Perpres Nomor 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

"Penolakan dari berbagai elemen masyarakat mencerminkan Perpres Nomor 10 tahun 2021 tidak aspiratif," jelasnya.

Baca Juga: Cek Fakta: Foto Kekerasan Kepada Muslim di Myanmar Muncul Lagi, Benarkah?

Hal itu juga terlihat dari pengakuan pihak MRP, yang merasa tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan Perpres tersebut.

Semakin menguatkan dugaan, Perpres ini disusun tidak melibatkan pemangku kepentingan.

Padahal, kata dia, dalam negara demokrasi semestinya setiap penyusunan regulasi melibatkan rakyat. Pelibatan rakyat sebagai perwujudan prinsip demokrasi dari rakyat untuk rakyat.

Kalau Perpres disusun tanpa pelibatan rakyat, maka prinsip demokrasi sudah diingkari. Hal ini tentu berbahaya bagi kelangsungan demokrasi di tanah air.

Baca Juga: Salatkan Jenazah Artidjo Alkostar, Jokowi: Kita Kehilangan Putera Terbaik Bangsa

Karena Perpres tersebut sangat tidak aspiratif, maka pemerintah seyogyanya berlapang dada mencabutnya.

"Itu kalau pemerintah ini masih mengakui rakyat sebagai pemilik kedaulatan di Indonesia." ***

Editor: Arif Rahman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah