KPK Berhentikan 51 Pegawai Tak Lulus TWK, ICW: Pelanggaran Kode Etik!

- 26 Mei 2021, 13:21 WIB
Gedung merah putih KPK
Gedung merah putih KPK /Ahmad Fiqi Purba/jurnalmedan.com

JURNAL MEDAN - Keputusan BKN (Badan Kepegawaian Negara) yang mendukung langkah pimpinan KPK untuk memecat 51 pegawai lembaga antirasuah, mendapat kritikan pedas dari sejumlah peneliti dan pakar hukum di Indonesia.

Terlebih, Kepala BKN Bima Haria Wibisana membawa nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengamini keputusan KPK mendepak 51 pegawai itu.

Merespon hal tersebut, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Presiden Jokowi untuk segera membatalkan keputusan KPK dan BKN.

Baca Juga: Viral Isak Tangis Pegawai Giant, Karyawan : Gaji, THR, Bonus Dibayar Full, Sedih Sih

Menurut ICW, kedua lembaga negara tersebut telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

ICW merasa ada hal yang diselundupkan secara sistematis oleh pimpinan KPK melalui Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 (Perkom 1/2021).

Padahal dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tidak mengamanatkan metode seleksi untuk alih status kepegawaian KPK.

Baca Juga: Gara-gara Pecat 51 Pegawai, Komisi III DPR Bakal Seret KPK ke Senayan

"Atas sejumlah permasalah itu ICW mendesak agar Presiden Joko Widodo membatalkan keputusan pimpinan KPK dan Kepala BKN dengan tetap melantik seluruh pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara," kata ICW dalam siaran persnya yang dimuat dalam laman antikorupsi.org dikutip Jurnal Medan, Rabu 26 Mei 2021.

Bagi ICW, pemberhentian 51 pegawai KPK juga mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab MK sudah mengumumkan bahwa pengalihan status kepegawaian KPK tidak boleh melanggar hak-hak pegawai.

"KPK dan BKN melakukan pembangkangan atas perintah Presiden Joko Widodo yang telah menegaskan bahwa TWK tidak bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan sejumlah pegawai KPK," ujar ICW.

Baca Juga: Tanggapan Satgas Covid-19 Terkait Munculnya Trombo Emboli Pascavaksinasi

Sebab, berdasarkan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 disebutkan bahwa Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan manajemen ASN.

"(Karena itu kami) mendesak Presiden Jokowi untuk memanggil, dan meminta klarifikasi, serta menegur Kepala BKN dan seluruh pimpinan KPK atas pemberhentian 51 pegawai KPK tersebut," harap ICW.

Lebih jauh ICW juga menilai bahwa kebijakan pimpinan KPK yang memasukkan TWK dalam Peraturan Perkom 1/2021 telah melanggar kode etik.

Baca Juga: Gara-gara Kabar Jadi Istri Uje, Jennifer Dunn Ribut Sama Suami, Umi Pipik Pun Dibully

Merujuk pada Peraturan Dewan Pengawas Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi, terdapat banyak ketentuan yang saling bertentangan.

Mulai dari poin integritas, sinergi, keadilan, profesionalisme, dan kepemimpinan. Atas dasar itu pula sejumlaj pegawai KPK melaporkan seluruh Pimpinan KPK ke Dewan Pengawas.

"(Karenanya ICW mendesak) Dewan Pengawas KPK untuk segera menyidangkan dugaan pelanggaran kode etik seluruh Pimpinan KPK terkait pemberhentian pegawai dalam Tes Wawasan Kebangsaan," tutup ICW. 

Baca Juga: Daftar 46 Pati TNI yang Dimutasi oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto

Hal senada juga diungkapkan oleh Pengamat Hukum dan Tata Negara (PHTN) dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar. Ia menyebut keputusan terkait 51 pegawai itu sebagai bentuk pengabaian terhadap pidato Presiden.

"Sungguh saya merasa kasihan pak presiden @jokowi sudah pidato dengan gamblang, tetap saja dicuekin dan jadikan TWK sebagai alasan memecat," ujar dia, dalam akun Twitter-nya @zainalamochtar dikutip Jurnal Medan, Rabu, 26 Mei 2021.

Dia menyakini ada dua kemungkinan di balik keputusan pemecatan 51 dari 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK itu.

Baca Juga: Rapat dengan BKN, KPK Resmi Berhentikan 51 dari 75 Pegawai yang Tak Lolos TWK

"Ada 2 kemungkinan; 1. Ini perintah dari yang lebih kuasa dari presiden; 2. Memang beliau sudah gak dianggap lagi oleh orang tertentu. Kira-kira siapa ya?," tutup Zainal.

Sementara itu, Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari menilai keputusan itu secara jelas sebagai bentuk 'acuh' terhadap arahan Presiden, putusan MK hingga UU KPK.

"Dugaan saya, pengabaian terhadap keputusan MK, UU KPK, Peraturan Pemerintah No. 41/2020 tentang alih status pegawai KPK, lalu saran dan masukan presiden, adalah upaya pengabaian terhadap peraturan perundang-undangan demi kepentingan merusak KPK," kata Feri.

Baca Juga: 10 Kasus Besar Korupsi di Papua Belum Terselesaikan, Polri Angkat Bicara

Dia pun menilai alasan BKN, yang memakai dalih UU Aparatur Sipil Negara (ASN), soal 51 pegawai itu tak sesuai hukum. "Apa yang dijadikan alasan oleh BKN ini tidak memiliki cara pandang hukum yang benar," ujar Feri.

Alasannya, kata Feri, UU ASN tak mengatur alih status pegawai KPK menjadi ASN. Hal itu diatur dalam UU KPK dan PP No. 41/2020. Namun, dua peraturan itu sama sekali tak mengatur soal TWK.

"Mestinya tidak bisa menjadi landasan hukum bahkan keputusan/kebijakan dalam hukum administrasi negara. Aneh kalau kemudian itu malah jadi landasan," tutup Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSAKO) Universitas Andalas itu.***

Editor: Ahmad Fiqi Purba


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah