Setelah itu Lafran pindah ke Sibolga bersama ayahnya karena pindah tugas. Kebiasaan Lafran Pane yang suka berantam dengan anak sekolah seusianya membuat Sutan Pangarubaan memindahkan anak bungsunya ini ke Medan.
Lafran Pane dijemput oleh kakak tertuanya Sitiangat, dan Lafran diboyong ke Medan.
Sitiangat memasukkan Lafran Pane ke Taman Siswa, namun Lafran Pane tidak bertahan lama.
Ia merupakan remaja yang mudah bosan pada rutinitas dan sering bolos sekolah. Awalnya kakaknya tidak mengetahui Lafran yang sering bolos, namun pihak sekolah dari Taman Siswa mendatangi kediaman Sitiangatnya.
Kelakuan Lafran yang sering bolos tidak sampai disitu saja, ia bahkan sering tidak pulang kerumah karena bosan dengan segala peraturan yang ada di rumah kakaknya.
Lafran sering tidur di depan toko pinggir jalan bersama anak-anak jalanan lainnya. Membeli makanan dengan berjualan es lilin terlebih dahulu dan menjual karcis bioskop.
Suatu ketika Lafran Pane pernah dihajar preman pasar yang menganggap tempat Lafran dengan teman-temannya adalah lapak mereka. Namun Lafran yang lahir tanpa rasa takut ini melawan, alhasil ia babak belur dihajar para preman.
Namun Lafran terkenal karena dia berani melawan 2 kali lebih besar dari tubuhnya.