Baca Juga: NGERI! Pengendara Motor Bonceng Pocong, Ngaku Habis Apel Pacar
"Artinya yang datang kampanye bukan dari parpol, tapi dari pemilih atau simpatisan. Alasannya karena seorang pemilih terpanggil dan merasa sebagai simpatisan parpol kemudian justru dia memberikan atribut dan mengajak memilih," ujar Dian kepada Jurnal Medan, Selasa, 26 Juli 2022.
Saat ini JPPR masih melakukan kajian terkait kampanye di lingkungan kampus. Gerakan dari simpatisan atau pemilih ini menimbulkan potensi dan risiko.
"Nah, saya kira ini menjadi potensi risiko. Apakah sudah diantisipasi sejauh ini?," ujarnya.
Terkait payung hukum untuk kampanye di kampus, Dian menilai sulit jika melakukan revisi terhadap UU Pemilu no 7 tahun 2017 tentang kampanye.
Baca Juga: Ria Ricis Lahiran Anak Perempuan, Teuku Ryan: Istriku Terbaik, MasyaAllah
"Kalau revisi UU hanya khusus untuk kampanye, saya kira waktunya mepet dan singkat, tidak akan mungkin," ujarnya.
KPU dan Bawaslu, kata dia, bisa melakukannya dalam aturan turunan melalui PKPU Kampanye dan pengawasan Perbawaslu Kampanye.
"Prinsipnya, potensi yang kita identifikasi adalah bukan parpol yang melanggar, tapi pemilih/simpatisan yang melakukan," pungkasnya.***