Temui KPU RI, Badan Pengkajian MPR RI Kaji Pilkada Asimetris di Indonesia, Alasan: Korupsi dan Biaya Rp100 T

- 21 September 2022, 19:47 WIB
Ketua Badan Pengkajian MPR RI Djarot Saiful Hidayat usai bertemu dengan KPU RI, Selasa, 21 September 2022
Ketua Badan Pengkajian MPR RI Djarot Saiful Hidayat usai bertemu dengan KPU RI, Selasa, 21 September 2022 /Arif Rahman/Jurnalmedan.com

Itu bisa terjadi karena adanya perbedaan sistem, mekanisme, dan aktor akibat pengaturan yang ada di undang-undang.

Menurut situs Perludem, model asimetris biasa dikenal di pilkada DKI Jakarta.

Jika di daerah yang lain memakai suara terbanyak, maka di DKI harus mayoritas mutlak, 50 persen plus 1.

Kalau tidak yang terbanyak 1 dan 2, maka pemilihan di DKI Jakarta maju ke putaran kedua.

Kemudian Yogyakarta, di mana gubernur tidak dipilih langsung melainkan Raja Jogja langsung yang menjadi gubernur.

Baca Juga: Anggaran KPU Tahun 2023 Disetujui Rp15,9 Triliun, Komisi II: Sudah Tahun Politik, Tukin Tolong Diperhatikan

Di Papua model pencalonannya mengenal aturan harus orang asli Papua (OAP) dan pemberian suara secara konsensus atau mufakat dengan sistem noken.

Menurut Djarot, akhir tahun ini hasil pengkajian Badan Pengkajian MPR RI akan diserahkan ke KPU RI.

Saat ditanya apakah model Pilkada Asimetris bakal diterapkan pada Pilkada 2024, Djarot mengatakan terserah Komisi II DPR RI.

Faktor lainnya yang dipertimbangkan menurut Djarot adalah revisi UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu sudah tertutup hingga akhir tahun 2024.

Halaman:

Editor: Arif Rahman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah