Sikap DPR bertolak belakang dengan semangat menjaga indpendensi dan imparsialitas seorang Hakim Konstitusi dalam mengadili produk hukum yang dibentuk oleh pembentuk undang-undang.
"DPR menunjukkan bukan hanya ketidakpahamannya, tapi juga mengobrak-abrik hukum dan tata kelola ketatanegaraan," kata peneliti Formappi Lucius Karus, salah satu elemen Masyarakat Madani.
Masyarakat Madani kemudian menyatakan tiga sikap sebagai bentuk protes terhadap ulah DPR RI:
1. DPR harus patuh dan tunduk pada Konstitusi, UU Mahkamah Konstitusi, Putusan MK, serta peraturan perundang-undangan lain terkait pengangkatan dan pemberhentian seorang Hakim Konstitusi.
2. DPR mesti mengubah keputusannya yang memberhentikan Hakim Konstitusi Aswanto dan memulihkan hak Aswanto sebagai Hakim Konstitusi.
3. Meminta kepada Presiden Jokowi untuk tidak menindaklanjuti proses penggantian Hakim Konstitusi Aswanto.
Pergantian Aswanto secara terang benderang tidak memiliki dasar hukum karena dilakukan bertentangan dengan konstitusi dan hukum yang berlaku.
Dalam keterangan tersebut Masyarakat Madani juga menjelaskan UU No. 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU MK yang menghapuskan periodesasi masa jabatan Hakim Konstitusi menjadi batas minimal dan maksimal seseorang dapat menjadi Hakim Konstitusi.
Baca Juga: PSI Temukan 9 Capres Lewat Rembuk Rakyat Online, Ganjar Pranowo Tertinggi, Anies Baswedan Gak Masuk
Ketentuan ini kemudian diuji dan di Putus oleh MK dalam Putusan Nomor 90/PUU-XVIII/2020, 96/PUU-XVIII/2020, 100/PUUXVIII, dan 56/PUU-XX/2022.