Apalagi jika Moeldoko mengungkapkan bahwa politik identitas menyebabkan Radikalisme menjelang Pemilu 2024. Menurut dia, ini terlalu mengada-ada.
"Padahal data empiriknya apa? Kita bisa berdiskusi soal itu, karena apalagi politik identitas. Politik identitas itu adalah tafsir, sangat multi tafsir," ujarnya.
Ubedilah kemudian menyatakan pelaku teroris dan radikalisme selama ini gampang ditangkap sementara pemerintah hanya mengatakan ada kampus-kampus radikal.
"Saya bertanya, ada gak mahasiswa jadi teroris, ada gak? Terus apa lagi, sekolah-sekolah radikal, pelajar ada gak jadi teroris? Ya kalau dikatakan banyak? Tangkepin aja atas tuduhan teroris," ujarnya.
Ubedilah kemudian meminta pemerintah tidak menimbulkan narasi-narasi yang memperburuk suasana.
Apalagi persoalan besar bangsa Indonesia saat ini bukanlah politik identitas dan radikalisme. Ada korupsi dan ancaman ekonomi resesi.
"Debat terbuka (dengan Moeldoko) boleh, diskusi terbuka boleh. Saya tantang Pak Moeldoko kalau dia prediksi begitu, itu memperburuk suasana," ujarnya.
Aktivis HAM Natalius Pigai menilai isu radikalisme dan politik identitas yang dikemukakan pemerintah hanya jualan politik yang tak laku jelang Pemilu 2024.
Menurut dia, pemerintah tidak punya bahasan lain karena ekonomi saat ini merosot. Padahal persoalan ekonomi masalah utama Indonesia saat ini.