"Ini berbahaya, kampanye di tempat ibadah itu berbahaya sekali, tolong jangan dilakukan," ujarnya.
"Kita ini sudah melihat akibat-akibat dari politik identitas yang luar biasa merusak di berbagai masyarakat, berbagai negara yang ada saat ini. Mari kita jaga, jangan ikut-ikutan, ingin menang ya ingin menang, tapi ya mbok jangan pakai cara itu," jelasnya.
Terkait penundaan Pemilu, Gus Yahya mengatakan alasan-alasan yang dikemukakan saat ini sudah tidak rasional.
Misalnya, kata dia, ketika terjadi pandemi Covid-19 yang melanda dunia dan menimbulkan kekhawatiran, wajar saja wacana penundaan Pemilu muncul.
Baca Juga: Ini Penjelasan PBNU dan Muhammadiyah Soal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka dan Tertutup
Namun ketika pandemi sudah menjadi endemi seperti saat ini, ditambah dengan pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tentu saja alasan itu sudah tidak relevan.
"Dulu itu ketika kita kena pandemi di situasi ya sangat menegangkan, bukan hanya secara domestik, tapi juga global ya mungkin ada cukup alasan untuk berpikir tentang nasib jadwal Pilkada dan sebagainya, jadwal Pemilu lah pada umumnya waktu itu," kata Gus Yahya.
Terpenting menurut dia adalah bagaimana semua tahapan Pemilu berjalan sesuai konsensus.
"Aturan dari permainan itu harus disepakati oleh semua pihak yang terlibat dan dilaksanakan dari apa yang disepakati itu. Itu yang paling penting," ujarnya.