"Yang namanya kekuasaan itu harus dipergulirkan, kalau tidak, itu melanggar sunnah kalau kata teman-teman Muhammadiyah dan NU, itu ibarat tidak adanya malam dan siang," kata Rahmat Bagja.
Dalam konteks Bawaslu sebagai penyelenggara, anak-anak muda harus terlibat aktif dalam pengawasan sehingga mereka merasa memiliki dan ikut bertanggung jawab.
Sebagai contoh, Rahmat Bagja menekankan pentingnya melawan politisasi identitas menggunakan rumah ibadah. Pesan-pesan ini harus dipahami anak-anak muda.
"Jangan sampai tempat ibadah jadi persaingan antar parpol. Jangan masjid A punya Golkar, masjid B punya PDIP, atau parpol lainnya, ini contoh saja," kata dia.
Anggota DPR Dyah Roro Esti mengungkapkan salah satu kekhawatirannya terhadap anak-anak muda Indonesia saat ini yang memperlihatkan gejala apatis.
"Banyak sekali anak muda yang tidak percaya dengan pemimpinnya, frustasi, ingin melakukan perubahan, tapi tidak tahu bagaimana menjalankannya," kata Dyah.
Tetapi, kondisi itu menurut Dyah merupakan tantangan yang harus dijawab bersama.
Dan cara melakukannya sangat banyak di tengah era keterbukaan informasi. Ditambah karakter anak-anak muda adalah punya rasa ingin tahu yang tinggi.