Dinasti Politik Jokowi di Pilpres 2024, Merusak Tatanan Demokrasi, Prabowo Sampai Kehilangan Sikap Ksatria

- 9 November 2023, 19:57 WIB
Relawan Sempat Usung Jokowi-Prabowo Jadi Capres 2024, Tapi Berubah Jadi Prabowo-Gibran
Relawan Sempat Usung Jokowi-Prabowo Jadi Capres 2024, Tapi Berubah Jadi Prabowo-Gibran /Antara/HO/Indonesia Defense Magz/pras/rwa

JURNAL MEDAN - Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah mengatakan peran Presiden Jokowi dalam politik saat ini memang luar biasa.

Menurutnya, Jokowi pandai mengatur segala hal agar tercapai maksudnya dan lalu berkilah, berdalih dengan berbagai alasan untuk berbagai peran yang dilakukannya tersebut.

“Jokowi memiliki keahlian membangun opini pembelaan, meskipun dia dalam posisi yang keliru, tetapi mahir memutar situasi justru menjadi benar,“ tegas Dedi Kurnia Syah pada wartawan di Jakarta, Kamis (9/11/2023).

Baca Juga: Dave Mustaine Batal Bergabung ke PSMS Medan, Ini Daftar 25 Pemain untuk Putaran Kedua Liga 2

Besarnya pengaruh dan kuasa Presiden Jokowi bahkan membuat Prabowo kehilangan sikap kesatrianya.

“Dan memprihatinkannya, Prabowo yang seharusnya menjadi ksatria justru terlibat dalam tindakan nepotis ini,” ujar Dedi.

Semua sumber kepongahan dan pengabaian terhadap aturan hukum oleh kelompok orang dalam lingkaran Jokowi adalah karena mereka disokong Presiden, sehingga kepercayaan diri mereka akan terus tumbuh meskipun secara kasat mata lakukan pelanggaran konstitusional, juga etika.

Bukan cuma perkara intervensi putusan MK saja, namun Presiden juga membiarkan anak buahnya terlibat kampanye politik. Padahal jelas-jelas dia menginstruksikan agar pejabat bersikap netral.

Baca Juga: Kim Gi-Su Optimistis PSMS Medan Bisa Naik Kasta ke Liga 1: Materi Pemain Cukup Baik

”Dengan adanya anggota kabinet, Raja Juli Antoni, Bahlil Lahadalia, Budi Arie, dan lainnya dalam aktivitas kampanye Gibran, itu sudah jelas bahwa Presiden menjadi sumber masalah,” tegas Dedi.

Berat kepentingan presiden di atas segalanya, sulit untuk berharap dia bersikap negarawan, memastikan kestabilan hukum dan politik di Indonesia.

Dedi juga mencontohkan kepongahan orang-orang dekat Jokowi tersebut yakni Anwar Usman yang justru melawan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang mencopotnya dari jabatan Ketua MK.

Menurut Dedi, sikap pongah mantan Ketua MK Anwar Usman, karena dia merasa percaya diri disokong Jokowi.

Baca Juga: Putusan MKMK Dianggap Belum Bisa Pulihkan Krisis Konstitusi dan Cacat Demokrasi

“Negara ini akan dianggap sebagai milik Jokowi ketika nepotisme dibiarkan tumbuh. Maka dari itu wajar jika Anwar Usman melawan, dia mendapat "jaminan" untung "menang",” kata Dedi.

Sebelumnya, dalam konferensi pers, Anwar Usman dengan santai mengaku tak berdosa setelah melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi, karena terbukti membiarkan Mahkamah Konstitusi (MK) diintervensi pihak luar dalam memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Merendahkan Martabat Diri

Pembelaan Anwar Usman Justru Merendahkan Citra dan Martabat Pribadi.

Direktur RISE Institute Anang Zubaidy menilai pernyataan hakim konstitusi Anwar Usman dalam merespons putusan MKMK justru merendahkan martabat dan citranya sebagai hakim.

Baca Juga: Manajer Mulyadi Sebut Pemain Asing PSMS Tipe Petarung: Sesuai dengan Karakter Kita

"Artinya bentuk pembelaan diri yang disampaikan Anwar Usman itu bentuk pembelaan diri yang tidak perlu. Yang menurut hemat saya justru merendahkan citra dan martabat beliau," tambahnya.

Pembelaan tersebut dinilai Anang sebagai pernyataan tidak pas karena pelanggaran etik berat yang dilakukan Anwar Usman sudah terbukti dalam sidang MKMK.

"Itu kan pelanggaran berat. Kalau kemudian yang bersangkutan itu masih menganggap dirinya sebagai korban itu kan kurang pas, playing victim,” sambung Dosen Hukum Tata Negara FH UII Yogyakarta itu.

Menurut Anang, pernyataan Anwar Usman sebagai korban fitnah tidak sesuai fakta. Anwar Usman diketahui pernah mengenalkan diri sebagai Ketua MK dan bagian dari keluarga Jokowi.

Baca Juga: PSMS Medan Umumkan Jose Valencia Jadi Rekrutan Baru di Liga 2 2023, Pernah Bobol Gawang Iker Casillas

"Itu seolah menunjukkan 'saya sebagai bagian dari keluarga istana' yang butuh rekognisi dari pihak lain," ungkapnya.

Menurutnya frasa fitnah yang digunakan Anwar Usman juga tidak pas. Karena pelanggaran etik berat Anwar Usman sudah dibuktikan MKMK.

“Kan kata fitnah itu harus dibuktikan kebenarannya. Mekanisme pembuktian itu ada di persidangan MKMK," lanjutnya.

Anang juga menyebut putusan MKMK memang tidak sesuai harapan publik yang menghendaki Anwar Usman dicopot sebagai hakim konstitusi.

Baca Juga: Demokrasi Dibajak dan Dibonsai, Pengamat Ingatkan Bahaya Dinasti Politik

"Saya pribadi juga kecewa dengan putusan MKMK, tapi itu kan sudah menjadi fakta hukum. Ya sudah kita terima. Masyarakat, saya berharap tidak terlalu memperpanjang masalah ini. Cukup kita fokus pada bagaimana mengawasi MK ke depan, supaya MK tetap bisa menjaga martabatnya," pungkasnya. ***

Editor: Arif Rahman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah