Kini ia hanya tinggal berdua bersama putranya yang bernama manggale.
Raja Rahat disegani dan dihormati oleh rakyatnya karena ia sangat bijaksana dalam memimpin.
Rakyatnya juga sangat menghormati Manggale karena sang pangeran selalu menjunjung tinggi kebenaran dan bagus dalam berperang.
Ia tersenyum pada suatu hari terdengar sebuah kabar bahwa di hutan perbatasan puluhan ada pasukan dari negeri seberang.
Diduga pasukan itu berkumpul untuk menyerang dan menjarah harta kekayaan warga di Uluan.
Tentu saja hal itu membuat rakyat khawatir dan mengadukannya kepada raja.
Setelah mendengar informasi tersebut sang raja mengumpulkan penasehat kepercayaannya untuk menyusun rencana terbaik.
Para tetua kampung, datu-datu (dukun) sekaligus putranya sendiri Manggale, sebagai seorang panglima perang berkumpul.