Namun tak ada seorangpun yang mengucapkan kalimat sangkalan semua penasehat menyetujui pendapat dari Puncak Datu.
Raja Rahat pun berkata, "Baiklah dengan ini saya Raja Rahat memerintahkan putra saya Pangeran Manggale untuk memimpin pasukan menghadapi musuh di hutan Perdata San," ujarnya.
Raja berharap Debata Mulajadi Nabolon selalu melindungi dan menyertai pasukannya memenangkan perangnya.
Pangeran Manggale kemudian berangkat ke hutan perbatasan Uluan untuk berperang hingga peperangan berlangsung selama berbulan-bulan tanpa ada kepastian.
Setelah enam bulan berlalu, Raja Rahat dan warga Uluan pun mulai merasa resah dan gelisah. Dan tidak ada kepastian.
Mereka ingin tahu bagaimanakah kabar Manggale dan pasukannya namun tak ada seorangpun yang berani masuk ke dalam hutan untuk mencari tahu keberadaan mereka.
Suatu malam Raka Rahat bermimpi. Dalam mimpi tersebut ia melihat seekor burung gagak yang terbang di atas rumahnya.
Mendadak burung tersebut jatuh karena tertusuk anak panah dan kemudian mati.
Saat bangun dari tidurnya rasa takut langsung menyelimuti hati Raja Rahat. Ia merasa mimpi tersebut merupakan isyarat dari Debata Mulajadi Nabolon.
Ia kemudian berusaha merenungi maknanya setelah memikirkannya baik-baik, ia merasa kalau mimpi tersebut merupakan sebuah pertanda buruk.