JURNAL MEDAN - Ketua Umum (Ketum) PSSI Erick Thohir menegaskan sikapnya dalam melihat kontroversi antara teknologi VAR dengan wasit.
Erick Thohir yang baru beberapa hari menjadi Ketua Umum PSSI langsung menegaskan sikapnya untuk membangun manusia terlebih dahulu sebelum bicara teknologi.
Ia mengatakan PSSI di eranya akan memprioritaskan kesejahteraan wasit sebelum membicarakan penggunaan teknologi seperti Asisten Wasit Video (VAR) di Indonesia.
"Kami akan mendorong perbaikan perwasitan, sistem pertandingan, baru hitung-hitungan VAR," ujar Erick di GBK Arena, Jakarta, Sabtu, 18 Februari 2023.
Erick menilai kehidupan wasit di Indonesia, bisa dibilang memprihatinkan, jumlah pemasukan wasit sulit menutupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Misalnya, kata Erick, seorang wasit Liga 2 Rohadi yang mendapatkan bayaran Rp5,5 juta per laga. Erick juga sudah silaturahmi mengunjungi rumah Rohadi.
Dengan pemasukan seperti itu, Rohadi yang disebut wasit profesional hanya memimpin 5 sampai 7 pertandingan setiap musimnya.
Idealnya, kata Erick, wasit harus bekerja 12-15 pertandingan per musim. Rohadi pun menyokong hidupnya dengan berjualan kembang tahu.
"Dari sana, dia meraih pendapatan Rp200 ribu per bulan sementara istrinya bekerja sebagai guru PAUD untuk tambahan dengan gajinya Rp900 ribu per tahun," ujar Erick.
"Ayolah kita memberikan empati. Jangan selalu menyalahkan wasit, wasit, wasit," kata mantan Presiden klub Liga Italia Inter Milan itu.
Selain itu, Erick Thohir meminta dengan tegas agar semua pihak tidak menjadikan wasit sebagai kambing hitam rusaknya sepakbola nasional.
Baca Juga: Profil Terbaru Erick Thohir, Ketua Umum PSSI 2023-2027, Ucap Bismillah Usai Terpilih
Seluruh jajaran Komite Eksekutif (Exco) PSSI periode 2023-2027 di bawah pimpinan Erick akan berkomitmen untuk mengambil keputusan berdasarkan data dan fakta.
Hal-hal negatif yang terjadi di sepak bola Indonesia bakal ilmiah dan rasional dan Erick berjanji tak akan menggunakan jalur kekuasaan untuk menentukan sebuah kebijakan di PSSI.
"Saya mendorong empati. Kami harus mengambil keputusan dengan hati, bukan kekuasaan," tegasnya.
"Kami mesti mengambil keputusan berdasarkan data dan fakta, lalu menemukan solusi, bukan dengan menggunakan kekuasaan dan arogansi," pungkas Erick.***