Istana Datuk Lima Laras: Kini Kondisinya Semakin Memprihatinkan

1 Februari 2021, 08:05 WIB
Istana Niat Lima Laras /YouTube/ril tel

JURNAL MEDAN - Istana Niat Lima Laras merupakan sebuah Istana Kedatukan Melayu Batubara yang yang terletak di Jalan Lima Laras Kecamatan Nibung Hangus Kabupaten Batubara Sumatera Utara Indonesia.

Istana yang megah pada zamannya ini terbuat dari dari kayu-kayu pilihan berasal dari Malaysia yang dibangun menggunakan perpaduan nuansa Melayu, Cina dan Eropa.

Kini sudah lebih seratus sepuluh tahun sehingga kondisi bangunan ini memprihatinkan, lantainya penuh dengan debu, pintu dan jendelanya rusak, catnya kusam, dinding dan atapnya sudah bercopotan akibat ditelan zaman.

Baca Juga: Dinas Bina Marga DKI Jakarta Uji Efektivitas Flyover Tanjung Barat, Ini Jadwalnya

Keberadaan Istana Niat Lima Laras ini di masyarakata Indonesia memang tidak seterkenal Istana Maimun yang berada di pusat Kota Medan, barangkali Istana karena keberadaannya di desa terpencil sehingga sulit untuk diakses dari perkotaan.

Padahal dari Istana Maimun untuk berkunjung ke istana Niat ini tidak kurang perjalanan sekitar 4 Jam, apalagi sekarang sudah ada jalan tol bahkan dua jam bisa ditempuh dengan mobil.

Baca Juga: Jarang Diketahui: Kolam Renang Air Asin Pertama di Kota Medan Bahkan Di Sumatera Utara

Dinamakan Istana Niat, karena istana ini dibangun atas nazar Datuk Matyoeda Sri Diraja (Raja Kerajaan Lima Laras ke-XII) putra sulung dari Datuk H Djafar bergelar Raja Sri Indra (Raja Kerajaan Lima Laras ke-XI).

Datuk Metyoda berniat untuk membangun sebuah istana megah apabila  dagangannya berhasil dan selamat dari incaranan penjajah Pemerintah Hindia Belanda.

Datuk Matyoeda yang bertahta pada 1883-1919 ini tidak jarang mendapat tantangan dari Pemerintah Hindia Belanda.

Baca Juga: Kodam XIII/Merdeka Gelar Baksos Periksa Kesehatan Korban Banjir dan Tanah Longsor

Penjajah yang bengis itu tidak memiliki alasan yang jelas kenapa mereka melarang para orang-orang pribumi untuk berniaga.

Namun yang jelas mereka ingin memonopoli perdagangan hasil bumi. Barang siapa yang berani melanggar kebijakan yang sepihak itu maka dermaga dan barang dagangannya akan disita secara paksa oleh pemerintah Hindia Belanda.

Baca Juga: Indonesia Butuh Polisi Kreatif, Kapolres Sibolga Sulap Sarang Narkoba Jadi Tempat Wisata

Malaysia, Singapura, Malaka, Thailad merupakan tempat tujuan Datuk Matyoeda, dengan membawa barang dagangannya seperti Rotan, Kopra, dan Damar. Atas kesulitan untuk berdagang yang dihadapi Datuk Matyoeda itulah beliau berniat untuk membangun istana yang menghabiskan biaya 150 ribu Gulden.

Istana yang dibangun oleh Datuk Matyoeda itu dimulai pada tahun 1907 dan selesai pada 1912. Dengan mendatangkan 80 orang tenaga ahli dari China dan Pulau Penang Malaysia serta sejumlah tukang yang berasal dari sekitar istana dibangun.

Istana yang dibangun dengan ukuran 1.400 m2 dengan 6 anjungan ini, masing-masing anjungan  menghadap ke empat arah mata angin memiliki 66 pasang jendela dan 28 pintu.

Baca Juga: Liverpool Gebuk West Ham Dengan Gaya Tim Juara, Klopp: Kami Tampil Sabar

Istana dengan lantai tiga tingkat ini, masing-masing memiliki khas tersendiri, lantai bawah dibangun terbuat dari beton yang berornamen China. Lantai dasar ini digunakan sebagai tempat bermusyawarah.

Sedangkan lantai kedua dan ketiga terbuat dari kayu, dimana kedua lantai ini digunakan tempat keluarga kerajaan. Kemudian dari lantai dua dan tiga dihubungkan dengan tangga putar yang masing-masing lantai di dalamnya terdapat beberapa kamar dengan ukuran sekitar 30 m2.

Baca Juga: Jadwal Acara TV di RCTI Hari ini Senin 1 Februari 2021: Ada Ikatan Cinta dan Indonesian Idol - Spektakuler

Sejak perencanaan istana dibangun sekitar tahun 1883 hingga berdirinya pada tahun 1912 Datuk Matyoeda bersama keluarga serta jajaran pemerintahannya sudah berdiam di Lima Laras.

Tatkala Datuk Matyoeda wafat pada 7 Juni 1919 itu sebagai petanda berakhirnya Kerajaan Lima Laras. Sedihnya, tidak sampai sekitar empat tahun setelah wafatnya beliau dimana kerajaan diteruskan anaknya bernama Datuk Muda Abdul Roni sebagai Raja Lima Laras yang ke-XIII, pada 1923 berakhirlah aktivitas istana.

Pada tahun 1942 Tentara Jepang masuk ke Asahan kemudian menguasai istana. Berikutnya ketika Agresi Militer Belanda II istana jatuh ke tangan Angkatan Laut RI dibawah pimpinan Mayor Darif Nasution.  

Baca Juga: Sejumlah Fakta Kericuhan di Istana Mulai Terungkap, Ini Sinopsis Drama Korea Mr. Queen Episode 16

Kini kondisi istana Niat Lima Laras semakin memperihatinkan bahkan dengan melihat kondisinya tidak berapa lama lagi bangunan bersejarah ini akan rata dengan tanah  lapuk ditelan zaman. Padahal istana ini dulunya sempat menjadi incaran para wisatawan domestic local maupun maupun mencanegara namun kini dengan kondisinya seperti dijelaskan di atas istana ini semakin lama semakin dikunjungi.

Baca Juga: Lima Kunci Kebahagiaan Hidup

Karena keberadaannya di tangan ahli waris, pihak pemerintah Kabupaten Batubara, melalui Ilyas Sitorus berupaya untuk menegosiasi ahli waris untuk membeli istana ini agar seutuhnya menjadi asset pemerintah dengan nilai Rp.5.000.000.000.-, akan tetapi pihak ahli waris menginginkan harga yang lebih tinggi, sehingga negosiasi ini tidak membuahi hasil.

Akhirnya kondisi Istana semakin kumuh  karena tidak mendapatkan perawatan dari ahli waris.***

Editor: Marzuki Manurung

Tags

Terkini

Terpopuler