JURNAL MEDAN - Pakar Cyber Security Pratama Persadha, mengingat pejabat hingga Presiden RI untuk tidak lagi menggunakan WhatsApp yang bisa disadap oleh spyware (alat mata-mata) Pegasus.
Spyware ini kembali ramai diperbincangkan setelah laporan Amnesty Internasional bahwa sejumlah Presiden, Perdana Menteri, dan Raja yang menjadi target Pegasus.
Pegasus, malware buatan perusahaan asal Israel NSO, menjadi perhatian dunia internasional setelah membobol WhatsApp pemimpin dunia, salah satu korbannya adalah Presiden Prancis, Emmanuel Macron.
"Pegasus hanya membutuhkan nomor telepon target. Ponsel bisa jadi terhindar dari Pegasus jika nomor yang digunakan tak diketahui oleh orang lain," ujar Pratama Persadha yang juga chairman lembaga riset siber CISSReC (communication & information system security research center).
Laporan Amnesty International dan Citizen Lab baru-baru ini menyebutkan dugaan kebocoran data 50.000 target potensial Pegasus NSO, termasuk didalamnya adalah 10 Perdana Menteri, 3 Presiden dan 1 Raja menjadi target Pegasus.
Pegasus masuk ke gawai seseorang dan melakukan kegiatan surveillance atau mata-mata. Pegasus sebenarnya merupakan sebuah "trojan" yang begitu masuk ke dalam sistem target, dapat membuka "pintu" bagi penyerang untuk dapat mengambil informasi yang berada di target.
Malware seperti Pegasus ini banyak juga di jual bebas di pasaran. Bahkan ada beberapa yang bisa didapatkan dengan gratis.
Yang membedakan adalah teknik atau metode yang digunakan agar malware tersebut untuk dapat menginfeksi korban. Kemudian teknik untuk menyembunyikan diri agar tidak dapat terdeteksi oleh anti virus maupun peralatan security dan juga teknik agar tidak dapat di-tracking.