Busyet! 1,3 Milyar Data Registrasi SIM Card Tanah Air Bocor, Diduga Nomor Masyarakat di Indonesia Sudah Cuss..

- 1 September 2022, 20:56 WIB
Pakar keamanan siber sekaligus Chairman lembaga riset cyber CISSReC, Pratama Persadha.
Pakar keamanan siber sekaligus Chairman lembaga riset cyber CISSReC, Pratama Persadha. /Dok. pribadi

JURNAL MEDAN - Rentetan peristiwa kebocoran data (data breach) di Indonesia terus terjadi dan sudah ke level mengkhawatirkan.

Selama Agustus 2022 publik Tanah Air dihebohkan dengan data breach beberapa perusahaan negara maupun swasta. Terbaru, data SIM card 1,3 milyar di Indonesia bocor.

Ditambah dengan kebocoran, sebut saja, PLN, Indihome, data kampus/universitas, data sekolah, data penduduk, database 21 ribu perusahaan, hingga data lembaga negara.

Baca Juga: Gedung Putih Undang 32 Negara Bahas Ransomware, Indonesia Tak Diundang, Padahal Penduduk 270 Juta

Kali ini, kebocoran data 1,3 Miliar data registrasi SIM card masyarakat di tanah air sangat mengejutkan.

Lebih parahnya lagi, diduga kuat semua nomor ponsel di Indonesia sudah bocor, baik itu SIM card prabayar maupun pascabayar.

Hal ini diungkapkan pakar keamanan siber Pratama Persadha yang mengatakan kebocoran data di Indonesia sudah sangat rawan.

Jika data yang bocor digabungkan dengan data lain, katakanlah data SIM Card, maka itu bisa menjadi data profile lengkap.

Baca Juga: RUU PDP Mendesak, Masyarakat Butuh Kepastian dan Perlindungan Terhadap Data Pribadi

Sehingga kumpulan data yang diolah bisa dijadikan data dasar dalam melakukan tindak kejahatan penipuan atau kriminal yang lain.

Sementara Indonesia belum memiliki UU Perlindungan Data Pribadi (PDP).

UU tersebut bisa memaksa negara kepada penyelenggara sistem elekntronik (PSE) untuk bisa mengamankan data dan sistem yang mereka kelola dengan maksimal atau dengan standar tertentu.

"Akibatnya banyak terjadi kebocoran data, namun tidak ada yang bertanggungjawab, semua merasa menjadi korban," kata Pratama dalam keterangan yang diterima Jurnal Medan, Kamis, 1 September 2022.

Baca Juga: Awas, Banyak Penjahat Menambang Data Pribadi Bermodus Vaksinasi Covid, Hati-hati Jebakan Via WhatsApp dll

Padahal, kata dia, soal ancaman peretasan ini sudah diketahui luas, seharusnya PSE melakukan pengamanan maksimal, misalnya dengan menggunakan enkripsi/penyandian untuk data pribadi masyarakat.

"Minimal melakukan pengamanan maksimal demi nama baik lembaga atau perusahaan," kata pria asal Cepu, Jawa Tengah ini.

Pratama menjelaskan bahwa di Uni Eropa denda bisa mencapai 20 juta euro untuk setiap kasus penyalahgunaan dan kebocoran data pribadi masyarakat.

BSSN juga harus masuk lebih dalam pada berbagai kasus kebocoran data di tanah air, minimal menjelaskan ke publik bagaimana dan apa saja yang dilakukan berbagai lembaga publik yang mengalami kebocoran data akibat peretasan.

Baca Juga: Kementerian Keamanan Dalam Negeri AS Siapkan Anggaran Mengantisipasi Pandemi Ransomware

"Karena selama ini selain tidak ada sanksi yang berat, karena belum adanya UU PDP, pasca kebocoran data tidak jelas apakah lembaga bersangkutan sudah melakukan perbaikan atau belum," ujarnya

"Jadi publik perlu tahu, dan bila ini terus terjadi, maka dunia internasional akan meningkat ketidakpercayaan pada Indonesia. Padahal Indonesia kini 'pemimpin' G20, jangan sampai ajang G20 nanti dihiasi kebocoran data," pungkasnya.***

Editor: Arif Rahman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah