Berbeda Kebijakan pungutan ekspor yang dilakukan dengan cara langsung (lump-sum levy) dan penggunaan dana pungutan untuk subsidi bunga kredit industri minyak sawit, merupakan kebijakan yang terbaik dan menguntungkan semua pelaku industri minyak sawit termasuk pemerintah.
Selain itu, kata dia, harga CPO domestik akan tertekan akibat pungutan ekspor. Dan akan makin tertekan jika harga CPO dunia melewati USD 750 dimana tarif BK mulai berlaku.
"Tekanan terhadap harga CPO/TBS domestik yang demikian tampaknya sulit diimbangi oleh peningkatan penyerapan CPO didalam negeri karena tambahan penyerapan CPO didalam negeri tidak terlalu besar dibandingkan dengan produksi CPO dalam negeri," ujarnya.
Apalagi dengan diberlakukan pungutan ekspor secara nyata, industri hilir terlebih industri biodiesel masih tetap menikmati tambahan manfaat (better-off) dari sebelumnya.
Baca Juga: Petani Sawit di Tapteng Menjerit Gara-gara Harga Tandan Buah Segar Anjlok
Sementara produsen CPO/TBS harus menderita (worse-off) akibat kebijakan itu.
Mengacu pada pengalaman Indonesia tahun-tahun sebelumnya, nilai penurunan manfaat yang diderita produsen CPO/TBS lebih besar dari tambahan manfaat yang dinikmati industri hilir biodiesel dan konsumen, sehingga secara keseluruhan Indonesia dirugikan (worse-off).
Dan Pihak lain yang menikmati kebijakan pungutan ekspor minyak sawit Indonesia adalah negara eksportir minyak sawit selain Indonesia seperti Malaysia, Thailand, negara-negara Afrika termasuk perusahaan Indonesia (jika ada) yang berada di luar Indonesia.
Kenaikan harga CPO dunia akibat pungutan ekspor Indonesia akan membuat negara-negara tersebut menikmati harga CPO dunia yang lebih tinggi.